Portofolio Asabri Rontok, Ini Kata Analis Soal Goreng Saham
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 11 Januari 2020 20:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Saham gorengan belakangan ini santer dibicarakan sejumlah kalangan. Salah satu kasus terkait saham gorengan adalah portofolio saham yang dimiliki oleh PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT Asabri (Persero).
Seperti diketahui saham-saham yang menjadi portofolio Asabri berguguran sepanjang 2019. Bahkan, penurunan harga saham dapat mencapai lebih dari 90 persen sepanjang tahun berjalan.
Dari keterbukaan informasi diketahui ada 14 saham yang masuk ke dalam portofolio Asabri. Namun, Asabri melepas seluruh investasinya di PT Pool Advista Finance Tbk. (POOL) pada Desember 2019.
Akibatnya, saham POOL terjun paling dalam di antara portofolio Asabri lainnya dengan penurunan 96,93 persen sepanjang 2019. Bahkan, saham tersebut disuspensi hingga kini sejak 30 Desember 2019, dengan level harga penutupan Rp 156.
Harga saham yang jeblok berikutnya adalah PT Alfa Energi Investama Tbk. (FIRE), yang terkoreksi 95,79 persen pada tahun lalu ke level Rp 326. Penurunan drastis pun dialami saham PT SMR Utama Tbk. (SMRU) sebesar 92,31 persen ke posisi Rp 50. Level harga 'gocap' itu pun bertahan hingga kini. Asabri memegang 6,61 persen saham SMRU.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengingatkan Asabri harus mematuhi tata kelola investasi yang telah diterbitkan pemerintah. Kementerian Keuangan, sebagai bendahara negara telah menerbitkan pedoman berinvestasi bagi perusahaan pengelola dana jangka panjang milik negara. Aturan itu harus menjadi acuan bagi direksi dalam penempatan investasinya.
"Pedoman investasinya ada, tetapi (yang utama) kebijakan berinvestasi (oleh direksi) harus sesuai dengan tata kelola yang baik," kata Hadiyanto, Rabu, 8 Januari 2020.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin bahkan ikut angkat bicara. Ia menyebutkan penegak hukum akan melakukan pemeriksaan menyeluruh jika terbukti manajemen Asabri melakukan aksi goreng saham yang merugikan negara.
<!--more-->
"Yang sekarang sudah jelas (pelanggaran pengelolaan keuangan negara di) Jiwasraya. Andai kata ada yang lain lagi, ya sama saja penanganannya seperti yang dilakukan untuk Jiwasraya," kata Ma'ruf, Kamis, 9 Januari 2020.
Sementara itu, Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyatakan goreng-menggoreng saham atau manipulasi yang dituduhkan harus dibuktikan secara hukum dan ilmiah. Hal ini mengacu kepada UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Selama ini, kata Hans, istilah saham gorengan yang dibicarakan publik mengacu kepada saham-saham volatile dengan fundamental yang kurang kuat. “Untuk membuktikan secara hukum dan ilmiah perlu investigasi, apakah itu transaksi semu atau manipulasi. Atau ada pihak dan kelompok yang bersepakat pengaruhi harga. Dasarnya adalah UU (Pasar Modal) pasal 91-92,” katanya ketika dihubungi, Jumat, 10 Januari 2020.
Pasal 91 dalam Undang-undang itu disebutkan: Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek.
Sementara dalam Pasal 92 tertulis Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek. Dengan digunakannya beleid tersebut sebagai dasar penindakan, menurut Hans, BEI juga harus kerja sama dengan aparat penegak hukum.
Terkait rencana menerbitkan regulasi market maker, Hans setuju, karena dinilai akan meningkatkan likuiditas pasar modal. Pasalnya, saham-saham yang bagus mendapat fasilitas liquidity provider dari broker. Di sisi lain, BEI lebih mudah dalam mengontrol saham tersebut agar tidak bergerak terlalu liar atau volatile.
BISNIS