Presiden Jokowi (dua dari kiri) didampingi oleh wakil presiden Ma'ruf Amin saat memimpin rapat terbatas persiapan pemindahan ibu kota di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 16 Desember 2019. Rapat ini membahas persiapan pemindahan ibu kota. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan sejumlah menteri dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 6 Januari 2020. Dalam pengantarnya, ia mengeluhkan harga gas yang masih mahal kendati sering dibahas di tingkat pusat.
"Sudah beberapa kali kita berbicara mengenai ini, tetapi sampai detik ini kita belum bisa menyelesaikan mengenai harga gas," katanya.
Saking kesalnya, Presiden mengatakan sempat ingin bicara kasar. "Saya tadi mau ngomong yang kasar tapi enggak jadi," tuturnya.
Dia menjelaskan gas bukan sekadar komoditas melainkan modal pembangunan untuk memperkuat industri nasional. Alasannya ada tujuh sektor industri yang menggunakan 80 persen volume gas Indonesia.
"Ketika porsi gas sangat besar pada struktur biaya produksi, maka harga gas akan sangat berpengaruh pada daya saing produk industri kita di pasar dunia. Kita kalah terus produk-produk kita gara-gara harga gas yang mahal," ucap dia.
Ia memerintahkan kementerian terkait mencari sumber-sumber yang menyebabkan harga gas di Indonesia mahal.
Selain itu, Jokowi meminta laporan tentang pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. "Apakah ada kendala-kendala di lapangan terutama di tujuh bidang industri yang telah ditetapkan?" tanyanya.
Menurut dia, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk menurunkan harga gas. Pertama, kata dia, mengurangi atau menghapus jatah pemerintah yang sebesar US$ 2,2 per mmbtu. Kedua, memberlakukan DMO untuk diberikan ke industri. Ketiga, bebas impor untuk industri.
"Ini sudah sejak 2016 enggak beres-beres. Saya harus cari terobosan, ya, tiga Itu pilihannya. Kalau tidak segera diputuskan, ya akan gini terus. Pilihannya, kan, hanya dua: melindungi industri atau melindungi pemain gas," tutur Jokowi.