Terima Surat Apindo, Ridwan Kamil Pertimbangkan Tak Tetapkan UMK
Reporter
Ahmad Fikri (Kontributor)
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 20 November 2019 19:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku tengah menimbang opsi untuk tidak menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 di Jawa Barat. “Keputusan upah ini setiap tahun selalu menimbulkan dinamika sosial yang tidak mudah. Tapi seorang pemimpin harus ambil keputusan. Saya belum bisa jawab, keputusannya mungkin besok saja, pas saya memutuskan,” kata dia di Bandung, Rabu, 20 November 2019.
Ridwan Kamil menjelaskan, opsi tidak menetapkan UMK jadi pertimbangannya setelah menerima surat Asosiasi Pengusaha Indonesia soal itu. Apindo menyarankan soal kenaikan upah di Jawa Barat cukup sampai UMP 2020 yang belum lama diputuskan Ridwan Kamil dengan nilai Rp 1.810.351,36 atau sekitar Rp 1,8 juta per bulan dengan alasan kekhawatiran terjadinya resesi ekonomi tahun depan.
Penetapan UMK yang artinya memutuskan kenaikan upah, dikhawatirkan memukul industri padat karya di Jawa Barat. “Sedang kami pertimbangkan plus-minusnya. Saya sudah terima surat dari Apindo yang intinya, kemungkinan besar ekonomi lagi berat. Jadi penetapan UMK sangat berpengaruh pada kelangsungan yang (industri sektor) padat karya. Ini saya pertimbangkan,” kata pria yang akrab disapa Emil itu.
Emil mengatakan, Surat Menteri Ketenagakerjaan tanggal 15 Oktober 2019 juga membuka peluang opsi itu. Surat Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019 yang ditujukan pada seluruh gubernur itu menyebutkan klausul UMK tidak wajib ditetapkan gubernur.
Kementerian Ketenagakerjaan, kata Emil, membuat dua klausul. "Satu, wajib tetapkan UMK. Tapi dapat tetapkan UMK. Kata dapat ini artinya diserahkan pada situasi masing-masing. Ada provinsi yang sekarang tidak menetapkan, ada juga yang menetapkan,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengatakan, ada dua opsi tengah ditimbangnya yakni menetapkan UMK atau tidak menetapkan UMK. "Kalau tidak menetapkan UMK, itu upah tetap naik, hanya persentasenya disesuaikan dengan kesanggupan dari masing-masing,” kata dia. Adapun tenggat gubernur untuk menetapkan UMK 2020 mengikuti ketentuan Undang-Undang 13/2003 itu, besok, Kamis, 21 November 2019.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Mochamad Ade Afriandi mengatakan, Dewan Pengupahan Jawa Barat sudah menyelesaikan rapat pleno yang membahas semua usulan UMK 2020 yang sudah diterima dari seluruh kabupaten/kota, kemarin, Senin, 19 November 2019. “Hasil pleno rapat Dewan Pengupahan itu sekarang kita sedang susun untuk dilaporkan pada Pak Gubernur untuk mendapatkan keputusan,” kata dia, Rabu, 20 November 2019.
<!--more-->
Ade mengatakan, seluruh daerah menetapkan kenaikan upah mengikuti Surat Menteri Ketenagakerjaan yang mematok besaran kenaikan upah minimum 2020 naik 8,51 persen. Dia membenarkan, Apindo sempat mengusulkan agar gubernur tidak perlu menetapkan UMK 2020. “Semua masuk di berita acara,” kata dia.
Ketua Apindo Jawa Barat Deddy Wijaya membenarkan organisasinya mengirim surat pada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil agar tidak perlu menetapkan UMK 2020. “Ya. Sekarang lagi dibahas di Tripartit,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 20 November 2019. Sejumlah organisasi buruh pada Rabu kemarin berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, menolak opsi gubernur tidak menetapkan UMK 2020.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Provinsi Jawa Barat Roy Jinto mengatakan, buruh meminta gubernur tetap menetapkan UMK 2020. “Tidak ada alasan gubernur untuk tidak menetapkan UMK di Jawa Barat, karena MK sudah berlaku puluhan tahun,” kata dia, pada Tempo, Rabu, 20 November 2019.
Roy mengatakan, ada sejumlah kekhawatiran buruh jika gubernur tidak menetapkan UMK. Mulai dari upah yang khawatir tidak naik karena pengusaha tidak punya landasan aturan yang mewajibkannya menaikkan upah, hingga khawatir malah upahnya diturunkan karena pengusaha sepihak mengikuti patokan UMP. “UMP 2020 itu Rp 1,87 juta sedangkan UMK 2019 yang terendah sudah di atas itu. Maka ketika tidak ada UMK, perusahaan akan menurunkan upah minimum menjadi UMP,” kata dia.
Soal alasan ancaman resesi tahun depan juga ditolak. Roy beralasan, upah buruh bukan keluhan investor.
Roy menyebutkan, yang selama ini dipersoalkan investor itu mengenai perizinan dan yang menjadi domain pemerintah. "Sementara upah itu prinsipnya harus naik. Sekarang, bagaimana ekonomi bisa tumbuh kalau upah tidak naik, dan daya beli turun?” kata Roy.