CEO BCA Jahja Setiaatmadja di sela kegiatan Leadership Sharing Session 100 Bankir di Hotel J.W. Marriot Mega Kuningan, Jakarta Pusat, 28 November 2017. TEMPO Yohanes Paskalis Pae Dale
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa dana pihak ketiga (DPK) milik BCA sering beralih ke instrumen lain seperti Surat Berharga Negara (SBN). Tak tanggung-tanggung persentasenya bisa mencapai 30 persen dari total DPK yang dimiliki BCA.
Menurut Jahja, perpindahan dana dari DPK ke instrumen surat utang terjadi, utamanya ketika pemerintah menerbitkan SBN untuk investor ritel. "Sebagai perbankan tiap kami launching ini (SBN) sekitar 30 persen dana kita terbang," kata Jahja saat mengikuti acara CEO Networking di Hotel Ritz Charlton, Jakarta Selatan, Kamis 31 Oktober 2019.
Sedangkan sisanya sebanyak 70 persen, menurut Jahja, berasal dari bank lain. Atau bisa juga berasal dari sektor industri lain yang ikut membeli SBN untuk kepentingan investasi jangka pendek, seperti properti dan lain sebagainya.
Mulai awal 2019, pemerintah melalui Kementerian Keuangan gencar menerbitkan instrumen SBN baik konvensional maupun syariah. Surat utang tersebut diterbitkan khususnya untuk investor ritel yang bisa dibeli minimal Rp 1 juta.
Direktorat Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan sebelumnya menargetkan tahun ini pemerintah bakal menerbitkan SBN ritel senilai Rp 60-80 triliun. Dana tersebut, rencananya digunakan untuk membiayai sejumlah proyek seperti infrastruktur.
Akibat penerbitan instrumen surat utang yang masif, likuiditas perbankan disebut-sebut menjadi seret. Sebabnya, nasabah yang sebelumnya lebih banyak menaruh dananya dalam di tabungan dan giro kemudian berpindah kepada surat utang karena imbal hasil yang tinggi.
Adapun merujuk kinerja perusahaan sampai triwulan III 2019, total DPK BCA masih bisa tumbuh sebesar 10,4 persen menjadi Rp 683,1 triliun. Dari total DPK itu, kontribusi dana dari tabungan dan giro (CASA) mencapai 75,2 persen. Sampai triwulan III 2019, CASA BCA mampu tumbuh 7,6 persen menjadi Rp 513,9 triliun.