Sektor Keuangan yang Tertahan Bayang-bayang 5 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2019 15:00 WIB

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution (ketiga kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Wimboh Santoso (kedua kanan), Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kanan) dan Dirut BEI Tito Sulistio (ketiga kanan) bersiap menutup perdagangan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 29 Desember 2017. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Karena itu, kata Alfreds, ke depan, pemerintahan baru diharapkan mampu memaksimalkan adanya momentum pertumbuhan di tengah tren pelambatan ekonomi dunia. Seharusnya, dengan tren pelambatan ekonomi dunia termasuk di negara maju, memberikan peluang bagi negara berkembang seperti Indonesia, untuk setidaknya bisa menarik investasi. Selain itu, pemerintah juga harus memanfaatkan permintaan yang masih terus tumbuh dari pasar domestik.

Senada dengan Alfreds, Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat atau LPEM Universitas Indonesia Febrio Kacaribu juga mengatakan untuk menarik investasi di sektor keuangan baik pasar saham maupun obligasi, pemerintah perlu lebih dahulu memastikan pertumbuhan ekonomi bisa tetap terjaga. Yakni memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi harus tetap berada di angka 5 persen, atau harus didorong lebih dari posisi 5 persen.

Dia mengatakan, banyaknya investasi yang banyak di sektor pasar keuangan yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi nantinya bisa ikut mendorong peningkatan capital inflow. Sebab, salah satu datanya capital inflow atau dana asing masuk baik lewat instrumen saham maupun obligasi adalah pertumbuhan ekonomi negara tersebut harus relatif tinggi.

“Karena sumber pertama yang membuat orang ke sini beli obligasi atau saham itu adalah pertumbuhan ekonominya relatif tinggi jika dibandingkan dengan yang lain. Jadi kalau pertumbuhan ekonominya bisa dijaga di atas 5 persen itu capital inflow akan tetap jalan,” kata Febrio kepada Tempo ditemui di Jakarta Pusat, Jumat 18 Oktober 2019.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan catatan sebanyak 58 perusahaan yang telah mengelar IPO dan mampu mencatatkan rekor pada 2018 lalu belumlah cukup. Sebab, selama ini jumlah perusahaan yang mengelar IPO tersebut sebagian besar adalah perusahaan dengan skala bisnis menengah ke bawah. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar dengan skala bisnis besar jumlahnya sangat sedikit.

David juga menjelaskan perlu adanya political will dari pemerintah baru untuk bisa mendorong lebih lagi supaya perusahaan menjadi perusahaan tercatat. Misalnya, dengan memberikan insentif bagi perusahaan yang telah tercatat di bursa. Insentif tersebut bisa diberikan dengan pemberian pembedaan pajak perusahaan tercatat dengan perusahaan tak tercatat di Bursa Efek Indonesia. Selain itu, otoritas bursa juga harus lebih giat lagi di dalam mengajak dan mendorong perusahaan swasta dalam melakukan IPO.

“Jadi mungkin perlu ada political will juga dari Badan Usaha Milik Negara dan pemerintah untuk melakukan IPO. Jadi bagi Badan Usaha Milik Negara yang membutuhkan pendanaan bisa melalui bursa, ini tentu jika terjadi bakal bisa menambah gairah pasar lagi seperti pada tahun 1990an,” kata David kepada Tempo, di Menara BCA, Jakarta, Jumat 18 Oktober 2019.

Lebih lanjut, Alfreds menuturkan, ke depan, pemerintah harus lebih mampu membangun kepercayaan diri bersama dengan para pelaku pasar. Membangun kepercayaan pasar tersebut, harus dilakukan dengan membangun kepercayaan baik antar pelaku pasar keuangan, otoritas dan regulator serta dengan masyarakat luas. Selain itu, pemerintah juga perlu terus mempertahankan stabilitas politik untuk mendukung perekonomian untuk tetap stabil.

“Artinya kalau konfiden pasar dibangun saya yakin yang domestik kita akan cukup berani untuk investasi, ini yang sebenarnya sedang ditunggu pelaku pasar. Karena ini momennya bagus, global sedang dalam rangka pemangkasan suku bunga, artinya, kemungkian Indonesia terlihat lebih menarik akan semakin besar,” kata Alfreds.

Pemerintahan baru Jokowi juga dituntut tidak hanya sebatas menerbitkan kebijakan regulasi yang mendukung, tetapi juga mengimplementasikan kebijakan yang mendukung tersebut. Sebab, selama ini regulasi ekonomi yang sudah diterbitkan berjilid-jilid banyaknya itu hanya berhenti pada tataran atas. Sedangkan implementasi kebijakan justru seringkali mandek. Tak berhenti di situ, otoritas bursa juga perlu mengambil peran dalam mendorong pendalaman pasar keuangan dan pengambilan kebijakan dengan prinsip kehati-hatian di tengah ketidakpastian ekonomi.

Berita terkait

Terkini: Jokowi Sampai Pimpin Rapat Khusus Sebelum Permendag 36/2023 Terbit, Pabrik Smelter Nikel Meledak Lagi Kali Ini Milik PT KFI

57 menit lalu

Terkini: Jokowi Sampai Pimpin Rapat Khusus Sebelum Permendag 36/2023 Terbit, Pabrik Smelter Nikel Meledak Lagi Kali Ini Milik PT KFI

Presiden Jokowi sampai memimpin rapat khusus sebelum diterbitkannya revisi ketiga Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag 36/2023.

Baca Selengkapnya

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

1 jam lalu

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

Pemilihan Pansel KPK patut menjadi perhatian karena mereka bertugas mencari figur-figur komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

2 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sampai Pimpin Rapat Revisi Ketiga Permendag 36/2023, Ada Apa?

2 jam lalu

Jokowi Sampai Pimpin Rapat Revisi Ketiga Permendag 36/2023, Ada Apa?

Presiden Jokowi memimpin rapat khusus sebelum diterbitkannya revisi ketiga Permendag 36/2023tentang larangan pembatasan barang impor.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDIP, Pengamat Sebut Hukuman Politik

7 jam lalu

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDIP, Pengamat Sebut Hukuman Politik

Djarot mengatakan Jokowi dan Ma'ruf tidak diundang ke Rakernas PDIP lantaran keduanya sedang sibuk dan menyibukkan diri.

Baca Selengkapnya

Jokowi Revisi Aturan Impor agar Ribuan Kontainer Barang Tak Menumpuk di Pelabuhan, Ini Poin-poin Ketentuannya

7 jam lalu

Jokowi Revisi Aturan Impor agar Ribuan Kontainer Barang Tak Menumpuk di Pelabuhan, Ini Poin-poin Ketentuannya

Menteri Airlangga mengatakan ada beberapa poin dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang direvisi oleh Peresiden Jokowi. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Bos BPJS Kesehatan soal Penerapan Perbedaan Kelas Saat Ini: Mau-maunya Rumah Sakit Sendiri

8 jam lalu

Bos BPJS Kesehatan soal Penerapan Perbedaan Kelas Saat Ini: Mau-maunya Rumah Sakit Sendiri

Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan empat pengertian dari KRIS yang masih dibahas bersama dengan DPR dan lembaga terkait.

Baca Selengkapnya

Reaksi Istana hingga KSP Soal PDIP Tak Undang Jokowi dan Ma'ruf Amin ke Rakernas

8 jam lalu

Reaksi Istana hingga KSP Soal PDIP Tak Undang Jokowi dan Ma'ruf Amin ke Rakernas

Ali Ngabalin mengatakan Presiden Jokowi disibukkan dengan seabrek jadwal.

Baca Selengkapnya

Bahas RUU Kementerian Negara Bersama Pemerintah, DPR Tunggu Surpres Jokowi

16 jam lalu

Bahas RUU Kementerian Negara Bersama Pemerintah, DPR Tunggu Surpres Jokowi

Baleg DPR siapa menteri yang ditunjuk presiden untuk membahas RUU Kementerian Negara.

Baca Selengkapnya

Prabowo Akan Tambah Kementerian pada Kabinetnya, Faisal Basri: Menteri Sekarang Sudah Kebanyakan

17 jam lalu

Prabowo Akan Tambah Kementerian pada Kabinetnya, Faisal Basri: Menteri Sekarang Sudah Kebanyakan

Ekonom Faisal Basri mempertanyakan alasan pemerintahan Prabowo-Gibran berencana menambah sejumlah kementerian baru dalam kabinetnya mendatang.

Baca Selengkapnya