Bea Cukai Beri Sanksi Ratusan Importir Tekstil
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 15 Oktober 2019 06:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan pemerintah akan memperketat aturan operasional impor tekstil dan produk tekstil yang melalui pusat logistik berikat (PLB). Pengetatan ini dilakukan sekaligus merevisi Peraturan Bea Cukai 02-03 Tahun 2018 tentang Pusat Logistik Berikat. Heru menuturkan revisi tersebut ditargetkan rampung dalam pekan ini.
“Kami akan melakukan pemeriksaan fisik dan dokumen atas impro melalui PLB berdasarkan manajeman risiko. Jadi tidak hanya penjaluran, pemeriksan fisik, dokumen, tetapi juga harga, jumlah da jeninsnya,” ujar Heru di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Senin 14 Oktober 2019.
Heru menuturkan dalam operasional impor di PLB nanti, Ditjen Bea Cukai akan berkoordinasi DJP untuk merekonsiliasi data faktur atau invoive perpajakan. Selain itu, Heru menuturkan pemerinta tetap melakukan kegiatan inteligen untuk melacak arus impor tekstil. Selain itu, Heru mengatakan pemerintah akan menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelijen untuk mengembangkan merah acak atau risk engine pemeriksaan fisik.
“Jadi baik pertugas, penguasaha, importir, tidak akan tahu kapan kena merah acak. Ini sebelumnya sudah dilakukan di pelabuhan,” tutur Heru.
Selain itu, Heru mengatakan nantinya juga akan menerapkan persyaratan profil risiko bagi importir yang boleh lakukan impor lewat PLB. Artinya, izin hanya akan diberikan pada importir yang berisiko rendah atau low risk. Kemudian, kata Heru, aka nada pencocokkan kesesuaian data secara elektronik antara container yang masuk dan keluar. Petugas Ditjen Bea dan Cukai juga diwajibkan untuk melakukan pengujian eksistensi entitas yang terkait dengan importasi melalui PLB.
Sri Mulyani mengklasifikasikan pelanggaran dalam tiga kategori, yaitu bidang kepabeanan dan cukai, perpajakan, dan tata niaga dari Kemendag. Adapun sanksi yang diberikan berupa pembekuan hingga pencabutan izin impor atau pemblokiran. Berdasarkan kategori pelanggaran tersebut, Sri Mulyani menuturkan sudah memblokir empat importir PLB dan 92 importir non PLB untuk pelanggaran bidang pajak.
<!--more-->
Kemudian, pemerintah memblokir sembilan importir PLB dan 186 importir non PLB. Selain itu, pemerintah juga telah mencabut satu PLB, dan mencabut izin lima importir PLB di Jawa Barat untuk pelanggaran kepabeanan dan cukai. “Untuk bidang perdagangan, kami telah mencabut importir PLB di Bandung karena menjual bahan baku, tiga IKM fiktif di Marunda, pendalaman 10 IKM, dan memblokir 2 importir umum di PLB,” tutur Sri Mulyani.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara menuturkan kemeterian juga telah menyusun kebijakan harmonisasi untuk menerapkan bea masuk tindakan perdagangan (BMTP) bagi produk importir dari hulu ke hilir sebagai tindakan dari lonjakan impor TPT. Setidaknya ada 121 pos produk tarif untuk produk benang, kaiin dan tirai. Saat ini, kata Suahasil, harmonisasi itu masih dibahas dalam tim pertimbangan kepetingan nasional (PKN).
“Kami masih membahas dinamika bagaimana dampaknya pada industri hilirnya. Untuk itu, kami masih diminta untuk diskusi lebih kanjut,” ujar Suahasil.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Robert Pakpahan menuturkan akan bersinergi untuk menertibakan operasional importasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuagan (PMK) 179 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, ujar Robert, DJP bertugas untuk menguji kepatuhan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) seperti pajak pertambahan nilai (PPN) hingga pajak penghasilan (PPh) badan importir. “Sejauh ini sudah menemukan 109 importir, yang terdiri dari 17 importir PLB 91 importir non PLB yang tergolong tidak patuh. Pengujian ini akan terus dilakukan,” ujar Robert.