Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul (kiri) memberikan penjelasan terkait kasus kreator propaganda dan penyebaran hoaks pada konferensi pers di Gedung Humas Polri, Jakarta, Jumat, 28 Juni 2019. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Sub Direktorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Rickynaldo mengakui tak bisa maksimal mengantisipasi beragam bentuk layanan financial technology (fintech) ilegal seperti pinjaman online ilegal yang saat ini marak.
Menurut dia, server yang digunakan sejumlah fintech tersebut berada di luar negeri. "Yang ada di Indonesia hanya 20 persen. Hampir sebagian besar fintech yang ilegal, servernya tidak ada di Indonesia," ujar dia di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Jumat, 2 Agustus 2019.
Sejauh ini, Polri telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk bisa menindak korporasi fintech ilegal tersebut. "Karena bergantung pada regulasi yang ada," ucap Rickynaldo.
Rickynaldo mengatakan, saat ini pihaknya tengah menangani enam perkara pencemaran nama baik yang dilakukan oleh aplikasi pinjaman online ilegal. Ia menjelaskan, sampai saat ini selain menjerat dengan pasal pencemaran nama baik, Polri dapat mengenakan Undang-Undang ITE. Namun penjeratan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap desk collector yang melakukan pencemaran nama baik tersebut.
“Kami mengenakannya kepada si pelaku pencemaran nama baik itu, karena dia yang melakukan. Kalau kepada korporasinya belum ada regulasi yang bisa digunakan untuk menjerat,” ujar Rickynaldo.
Rickynaldo mengatakan ada beberapa tindakan yang membuat polisi dapat menjerat seseorang dalam kasus fintech ilegal yakni apabila ada penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar-gambar porno, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data, dan ilegal akses. Dari beberapa pelanggaran tersebut, enam kasus yang tengah ditangani Bareskrim Polri kebanyakan terbukti melakukan pencemaran nama baik.
Polri, kata Rickynaldo pun mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan peminjaman melalui aplikasi pinjaman online. "Karena salah satu syarat pokok adalah memberikan data pribadi. Data pribadi itu secara sadar tidak sadar kita berikan kepada orang yang tidak bertangung jawab sehingga dapat disebar," kata dia.