KLHK Sebut Kualitas Udara di Jakarta Lebih Baik Ketimbang Cina dan Thailand
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 5 Juli 2019 16:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan M.R. Karliansyah mengatakan kualitas udara di DKI Jakarta sejatinya masih lebih baik ketimbang kota di beberapa negara, seperti Cina dan Thailand.
BACA: Polusi Udara Digugat, Anies Tambah Alat Pengukur Kualitas Udara
Memang, menurut Karliansyah, kalau dibandingkan dengan Singapura, kualitas udara di Ibu Kota masih kalah. Pasalnya, bila memantau data, hampir setiap hari kualitas udara di Singapura masuk kategori bagus.
"Nah Malaysia itu sama dengan kita, kadang bagus, kadang sedang. Tapi kalau naik lagi, Bangkok, Thailand; apalagi Cina itu warnanya kalau tidak sehat ya dangerous," ujar Karliansyah di Kantor Kementerian KLHK, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2019.
BACA: Perbaiki Kualitas Udara Ibu Kota
Di antara dua negara itu, ia mengatakan kualitas udara di Jakarta masih bergerak di kisaran bagus, sedang, atau setidaknya masuk kategori tidak sehat untuk kelompok rentan. Dari data KLHK, kualitas udara di Ibu Kota memang masih tergolong bagus bila mengacu kepada baku mutu udara ambien nasional, yaitu 65 mikrogram per nanometer kubik.
Adapun berdasarkan sistem pemantauan kualitas udara KLHK di Gelora Bung Karno, menunjukkan bahwa rata-rata harian PM 2,5 Jakarta sejak 1 Januari hingga 20 Juni 2019 berada pada angka 31,49 mikrogram per nanometer kubik.<!--more-->
"Maka kualitas udara Jakarta masih bagus atau sehat," ujar Karliansyah. Apabila dibandingkan dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO, yaitu pada angka 25 mikrogram per nano meterkubik, maka kualitas udara di Jakarta masuk kategori sedang.
Karliansyah mengatakan jika dirunut kepada data tahun 2015 dan 2016 maka kualitas udara di Ibu Kota juga tergolong masih bagus atau sehat lantaran masih di bawah ambang batas baku mutu udara ambien. Kala itu, data diperoleh dari pengukuran manual melalui evaluasi kualitas udara perkotaan.
"Jika dilihat per parameter dan per wilayah administrasi, maka udara kota Jakarta tidak dapat dikatakan makin membaik atau makin menuru, alias relatif konstan," ujar Karliansyah. Ia juga menunjukkan data AIr Visual tahun 2017 dari Lembaga Swadaya Masyarakat di Beijing, Cina. Dari data tersebut, kualitas udara di Jakarta berdasarkan data rata-rata tahunan PM 2,5 berada pada urutan ke-160, yaitu pada angka 29,7 mikrogram per nanometer kubik atau kategori sedang.
Pada pekan lalu, situs penyedia peta polusi udara AirVisual mencatat bahwa DKI Jakarta merupakan kota dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia. Laman AirVisual menyebutkan bahwa Air Quality Index-nya (AQI) memiliki nilai 208 per Rabu pagi, 26 Juni 2019 pukul 08.33 yang artinya udara di Jakarta sangat tidak sehat.
Menurut Karliansyah, dalam kepentingan publikasi semestinya data yang disampaikan memang data rata-rata harian, atau data rata-rata tahunan, bukan data sesaat. "kalau itu dipenuhi maka tidak ada keraguan bahwa itu adalah data yang sebenarnya kualitas udara yang ada," ujar dia. "Jadi, kalau lihat sesaat betul ada yang jauh di atas (ambang batas). Tapi dengan waktu dia berubah, kita buat rata-rata tadi angkanya 31,49 (mikrogram per nanometer kubik)."
Baca berita tentang Kualitas Udara lainnya di Tempo.co.