Awal Tahun, OJK Sebut Tren Kinerja Industri Perbankan Tumbuh
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 1 Maret 2019 06:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan kinerja industri perbankan di awal tahun mulai bangkit dan meneruskan tren pertumbuhan. “Per Januari kredit tumbuh 11,97 persen (year on year) dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6,39 persen, keduanya menguat dari periode sebelumnya,” ujarnya, di Jakarta, Kamis 28 Februari 2019.
Simak: OJK Bekukan Kegiatan Usaha Multifinance PT Tirta Finance
Wimboh menuturkan kondisi likuiditas industri juga tetap mencukupi untuk mendukung pertumbuhan kredit yang kembali agresif. Adapun likuiditas itu tercermin dari liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid / non core deposit masing-masing sebesar 198,53 perseb dan 109,13 persen. Sedangkan, jumlah total aset likuid perbankan mencapai Rp 1.113 triliun pada akhir Januari lalu. “Ini berada di level yang cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhan kredit ke depan,” katanya.
Perbankan pun mulai menyiapkan strategi untuk kembali tancap gas di tahun ini. Direktur Utama PT Bank Mega Tbk Kostaman Thayib berujar tahun ini perseroan akan melanjutkan strategi untuk menyelaraskan pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan DPK. Dengan demikian bank tak perlu kelimpungan mencari likuiditas untuk mendanai kredit. "Kami berusaha untuk menjaga cost of fund atau biaya dana DPK dengan meningkatkan dana murah dan menjaga suku bunga deposito," ujarnya.
Bank Mega mencatatkan pertumbuhan kredit signifikan sepanjang tahun lalu. Hingga akhir Desember 2018, kredit tumbuh 19,96 persen menjadi Rp 42,25 triliun dari Rp 35,22 triliun di akhir 2017. Sedangkan, tren DPK sempat menurun sebesar 0,89 persen yaitu di posisi Rp 60,73 triliun. "Rasio kredit macet (NPL) juga berhasil kami turunkan dari 2,01 persen menjadi 1,60 persen (gross)."
PT Bank Central Asia (Tbk) mengungkapkan strategi berbeda. Untuk menggenjot kinerja tahun ini BCA akan mengoptimalkan teknologi digital banking. "Ini upaya kami untuk mengikuti pesatnya perkembangan layanan digital di industri, sehingga seluruh produk dan layanan akan kami tingkatkan," ucapnya.
Jahja melanjutkan untuk mendukung upaya tersebut BCA menyiapkan belanja modal jumbo mencapai Rp 5,2 triliun tahun ini. Dana tersebut mencakup kebutuhan untuk biaya peningkatan sistem keamanan, hingga pengembangan software dan hardware di infrastruktur teknologi informasi perseroan. Jumlah tersembut meningkat 24 persen dibandingkan pengeluaran BCA untuk pengembangan digital tahun-tahun sebelumnya.
BCA telah gencar meluncurkan produk dan layanan digital dalam dua tahun terakhir. Di antaranya adalah fitur QRKu dan OneKlik BCA, hingga yang terbaru fitur BCA Keyboard. Menurut Jahja, fokus di digital ini terbukti ampuh menggenjot kinerja perusahaan.
Pada 2018, BCA mencatat pertumbuhan kredit 15,1 persen dengan total penyaluran kredit Rp 538 triliun. Komposisi kredit itu terdiri dari kredit korporasi Rp 213,3 triliun atau tumbuh 20,4 persen, dan kredit konsumer dan UKM mencapai Rp 183,8 triliun atau tumbuh 13,4 persen. Dari sisi DPK, Jahja mengatakan BCA justru kebanjiran likuiditas yaitu tumbuh 8,4 persen secara tahunan atau mencapai Rp 629,8 triliun.
Bank plat merah pun tak mau kalah melancarkan strategi terbaik di tahun ini. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berfokus untuk menarik sumber dana yang lebih bervariasi, tak hanya dari ritel namun juga dari korporasi dan institusi. Direktur BTN Oni Febrianto mengatakan target utama tahun ini di antaranya adalah mengelola likuiditas sehingga mencukupi untuk pembiayaan kredit BTN yang mayoritas bersifat jangka panjang, seperti properti dan perumahan.
"Kami mematok DPK tahun ini bisa tumbuh 13-15 persen (year on year), terutama yang giro dan deposito," katanya. Adapun di 2018 BTN mencatatkan DPK di kisaran Rp 230 triliun. DPK dari lembaga pun mulai tumbuh dari giro menjadi Rp 53,6 miliar dari Rp 49,9 miliar, dan deposito tumbuh menjadi Rp 92,4 miliar menjadi Rp 71,4 miliar.
Simak berita tentang OJK hanya di Tempo.co