BI Pertahankan Suku Bunga, Ekonom: Positif Bagi Sektor Perbankan
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 21 Februari 2019 17:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Chief Economist Bank Negara Indonesia, Ryan Kiryanto menilai keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan, tepat.
Simak: Rapat Dewan Gubernur, BI Tahan Suku Bunga Acuan di 6 Persen
Menurut Ryan, keputusan itu positif baik bagi sektor perbankan maupun sektor riil pada kuartal pertama 2019 dan kuartal-kuartal berikutnya.
"Perbankan tetap akan ekspansi kredit dan sektor riil juga akan ekspansi bisnis di tahun politik yang prospektif dan menantang ini," kata Ryan melalui pesan aplikasi Whatsapp, Kamis, 21 Februari 2019.
Setidaknya, kata dia, ada tujuh pertimbangan RDG BI memutuskan kebijakan yang cenderung longgar atau dovish tersebut. Pertama, kata Ryan, karena faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia meskipun ketidakpastian pasar keuangan global sudah berkurang. "Maka tepat jika BI harus menjaga momentum pertumbuhan dengan menahan level BI 7 Day Repo Rate," kata Ryan.
Rapat Dewan Gubernur atau RDG BI pada 20-21 Februari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini bahwa tingkat suku bunga kebijakan tersebut konsisten dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal, khususnya untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada batas yang aman.
"Dan mempertahankan daya tarik aset domestik. BI juga terus menempuh operasi moneter untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas dalam mendorong pembiayaan perbankan," kata Perry di komplek gedung BI, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019.
Lebih lanjut Ryan mengatakan, alasan kedua, yaitu melihat pertumbuhan ekonomi domestik yang stabil di kisaran 5,1 persenm menurut dia ekonomi domestik yang stabil di kisaran 5,1 persen tetap butuh stimulus untuk terus terjaga sejalan dengan momentum yang tepat saat ini.
Caranya, kata dia, suku bunga kebijakan tidak boleh naik alias ditahan. Ketiga, menurut Ryan yang menjadi pertimbangan, yaitu neraca pembayaran Indonesia (NPI) membaik untuk menahan tekanan sektor eksternal.
"Dengan menahan BI7DRR diharapkan NPI tetap terjaga pada batas aman dan sehat sekaligus menjaga posisi current account deficit (CAD) tetap di bawah 3 persen dari PDB sebagai batas aman," kata Ryan.
Ryan menilai dengan ditahannya BI7DRR, maka capital inflows akan meningkat sehingga bisa memperbaiki NPI dan CAD sekaligus. Keempat, menurut dia, di awal 2019 posisi rupiah relatif menguat stabil karena capital inflows yang makin kencang. Ryan yakin valuasi aset dalam rupiah juga akan meningkat seiring dengan terjaganya fundamental ekonomi domestik.
Alasan kelima, kata Ryan, melihat dari laju inflasi yang rendah di bawah jangkar yang 3,5 persen atau tepatnya 2,82 persen yoy per Jan 2019 memberikan ruang bagi BI untuk menahan BI7DRR. Keenam, kata dia, stabilitas sistem keuangan terjaga dengan baik dan solid disertai oleh fungsi intermediasi perbankan yg membaik serta risiko kredit yang terkelola dengan baik pula menjadi stimulus bagi BI untuk menahan suku bunga BI7DRR.
"CAR, NPL dan rasio likuiditas terjaga dengan baik dan solid sehingga memberikan jaminan bagi BI untuk mempertahankan BI7DRR di level 6 persen," ujarnya.
Kesimpulannya, kata Ryan, kombinasi faktor eksternal yang mereda dengan faktor domestik yang terkelola dengan baik memberikan sentimen positif bagi RDG BI menahan BI7DRR di level 6 persen.