Tekan Defisit Transaksi Berjalan, Pemerintah Genjot 3 Sektor Ini
Reporter
Dewi Rina Cahyani
Editor
Dewi Rina Cahyani
Kamis, 31 Januari 2019 13:54 WIB
TEMPO.CO, TOKYO - Pemerintah menyatakan bakal terus menggenjot kinerja ekspor, realisasi investasi asing dan sektor pariwisata untuk menekan defisit transaksi berjalan.
Baca juga: Bertemu Bankir dan Investor, Sri Mulyani Singgung Soal Utang
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyatakan dalam upayanya menggenjot kinerja ekspor tidak berarti Indonesia didorong untuk tak melakukan impor. "Sebagai negara berkembang tidak dapat dipungkiri kami akan melakukan impor," ujarnya di tengah pertemuan dengan para analis pasar di Hotel Conrad, Tokyo, Kamis, 31 Januari 2019.
Selain mendorong ekspor, pemerintah juga memberikan sejumlah insentif bagi industri. "Struktur industri terus diupayakan diperbaiki sehingga tidak hanya bergerak di industri hilir tapi juga industri hulu," ucap Mirza. "Selain itu, juga apa upaya mengurangi birokrasi perizinan."
Karena investasi asing di dalam negeri sangat dibutuhkan sebagai motor penggerak pertumbuhan, pemerintah dan bank sentral berupaya merilis sejumlah kebijakan yang memberi banyak keuntungan bagi investor. Salah satunya dengan kebijakan perpajakan melalui tax holiday.
Urgensi menggenjot ekspor dan investasi ini tak lepas dari upaya memperbaiki neraca transaksi berjalan yang selama lima tahun terakhir tercatat negatif. "Kami menargetkan defisit di bawah 3 persen pada 2018 dan membaik jadi 2,5 persen pada 2019."
Selama 2000-2010, kata Mirza, Indonesia sempat mengalami surplus transaksi neraca berjalan. Hal ini seiring dengan membaiknya harga komoditas.
Namun belakangan ini, bersamaan dengan kian masifnya pelaksanaan pembangunan, khususnya di sektor infrastruktur dan penurunan harga komoditas dunia, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit.
Lebih jauh Mirza menjelaskan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terbilang stabil. "Hal ini merupakan cerminan inflasi yang bisa ditekan," ujarnya.
Lagi pula, menurut Mirza, Indonesia sebagai negara berkembang, bisa dipahami jika neracanya pembayarannya negatif. Pasalnya, negara ini masih terus menggenjot infrastruktur yang dibutuhkan dalam pertumbuhan."
Sektor pariwisata juga tak luput jadi perhatian pemerintah karena diyakini bakal mendatangkan lebih banyak devisa para turis ke dalam negeri. "Dengan luas daratan dan laut Indonesia yang jauh lebih besar dibanding negara tetangga, potensi pariwisata kita lebih banyak," ucap Mirza.
Oleh karena itu pula pemerintah yakin dengan program Bali Baru bakal mendongkrak jumlah wisatawan dari 14-15 juta orang menjadi 25 juta di 2025. "Dengan nilai devisa US$ 28,5 miliar dan target pada tahun ini 20 juta orang dengan nilai devisa US$ 17,6 miliar," katanya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan pemerintah berkomitmen mendorong reformasi di sejumlah bidang agar bisa meningkatkan daya saing di bidang investasi. Salah satunya dengan reformasi struktural di antaranya lewat Online Single Submissien (OSS) yang pada intinya berusaha menyederhanakan prosedur untuk genjot investasi dan sektor pariwisata.
RR ARIYANI