Perbankan Tetap Andalkan Kredit Infrastruktur
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 31 Januari 2019 07:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - – Perbankan, terutama bank milik negara, menjadikan penyaluran kredit infrastruktur sebagai tumpuan untuk menggenjot kinerja intermediasi. Peluang di sektor ini dianggap masih menjanjikan karena besarnya kebutuhan pembiayaan.
Simak: JK: Pembangunan Infrastruktur Jabodetabek Rampung dalam 10 Tahun
Meski demikian, perbankan harus waspada, sebab karakteristik pembiayaan infrastruktur yang bersifat jangka panjang harus didanai oleh sumber dana yang jangka panjang pula, sehingga tak mengganggu likuiditas.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk misalnya mengungkapkan masih memiliki ruang untuk kredit infrastruktur hingga Rp 100 triliun, setelah sepanjang tahun lalu mencatatkan outstanding kredit infrastruktur sebesar Rp 182,3 triliun. “Limit kami untuk kredit infrastruktur Rp 285 triliun, jadi masih ada room sekitar Rp 100 triliun lagi sebenarnya, tapi memang itu bergantung pada kondisi likuiditas,” ujar Chief Financial Officer Bank Mandiri Panji Irawan, kepada Tempo, Rabu 30 Januari 2019.
Panji menuturkan untuk memitigasi keterbatasan likuiditas jangka panjang itu, perseroan pun mulai mengembangkan sumber pendanaan yang lebih luas lagi. “Karena itu tahun ini kami akan lebih banyak masuk ke instrument jangka panjang, seperti bilateral loan, lalu kemungkinan masuk juga ke obligasi (bond) valas tahun ini,” katanya. “Jadi matching nanti kredit jangka panjang ketemu sumber dana jangka panjang juga.”
Menurut Panji, hingga saat ini kredit infrastruktur masih menjadi andalan perseroan, dengan porsi mencapai 20 persen dari total portofolio kredit keseluruhan secara konsolidasi. “Untuk preferensinya ada migas, transportasi, telekonuminasi, jalan tol, fasilitas kota, listrik, dan lainnya,” ucapnya.
Keinginan untuk mengoptimalkan peluang kredit infrastruktur juga diutarakan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Sepanjang tahun lalu, BNI telah mengucurkan kredit infrastruktur hingga Rp 110,6 triliun atau tumbuh 11 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Di 2019 kami memproyeksikan kredit infrastruktur dapat tumbuh di kisaran 10-12 persen,” kata Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta, kepada Tempo.
Adapun komposisi terbesar dari kredit infrastruktur perseroan didorong oleh proyek sektor jalan tol, yang mencapai 32 persen dari total keseluruhan. “Kami optimistis peluangnya masih tinggi tahun ini sejalan dengan proyek pemerintah, selain tol proyek lain yang berpeluang tumbuh ada proyek kelistrikan, transportasi, dan telekomunikasi,” katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finances (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara berujar eksposure besar dalam pembiayaan infrastruktur menjadi salah satu alasan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) atau likuiditas perbankan bergerak ketat beberapa waktu terakhir. “
"Solusinya sumber pendanaan infrastruktur harus banyak melibatkan swasta, dan pencarian dana bisa menggunakan kredit sindikasi perbankan di luar negeri,” ujarnya. Menurut dia, saat ini beban tersebut banyak diambil alih oleh perbankan BUMN. “Kalau sekarang banyak libatkan bank BUMN pasti ada tekanan likuiditas.”
<!--more-->
Upaya diversifikasi pendanaan infrastruktur non perbankan itu pun terus digenjot. Direktur Utama Mandiri Sekuritas Silvano Rumantir mengatakan di tengah kondisi saat ini, perusahaan bertugas untuk melengkapi penawaran solusi pendanaan infrastruktur, khususnya dari sisi pasar modal (capital market) dan penanaman modal asing (foreign direct investment). “Di capital market misalnya kami meluncurkan produk-produk inovatif, seperti Komodo bond sudah dua kali terbit, dan tahun ini kami harapkan ada produk baru lagi namanya Formosa Bond,” ucapnya.
Terlebih, dari sisi pemerintah juga secara konsisten menggagas sumber pendanaan inovatif lain. “Kemarin Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan sukuk global juga, jadi memang eksplorasi ini tidak akan berhenti untuk terus mencari diversifikasi basis investor maupun sumber pendanaan,” ujar Silvano.
Tak hanya pemerintah pusat maupun sektor swasta, pemerintah daerah pun dituntut kreatif untuk mencari sumber pendanaan pembangunan infrastruktur di daerahnya. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyadari keterbatasan sumber pendanaan yang ada, khususnya jika hanya mengandalkan kucuran anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun kredit dari sektor perbankan saja.
Salah satu produk yang diinisiasi adalah penerbitan obligasi daerah yang ditargerkan dapat diluncurkan tahun ini. “Saat ini sedang dibahas mekanismenya, untuk kebutuhan proyeknya mulai dari jalan, jembatan, sampai bandara.”