Industri Pembiayaan Tahan Naikkan Suku Bunga

Kamis, 25 Oktober 2018 06:42 WIB

Direktur Utama PT BCA Finance, Roni Haslim saat konfrensi pres mengenai peluncuran program "Fix dan Cap Tenor 6 Tahun BCA Finance" di Jakarta, Senin (21/1). TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Menanjaknya suku bunga perbankan berimbas pada lesunya pertumbuhan lembaga pembiayaan, khususnya di bidang otomotif. Meski pertumbuhan tetap positif, Presiden Direktur BCA Finance Roni Haslim memperkirakan pertumbuhan pembiayaan otomotif tahun ini tidak jauh dari target sebesar Rp 32,5 triliun. Padahal, capaian permohonan pembiayaan tahun lalu bisa mencapai Rp 33,5 triliun dari target yang sama.

Baca: BCA Finance Yakin Capai Target Pembiayaan Baru Rp 32 Triliun

"Tahun ini kami tidak menaikkan target, masih sama seperti tahun lalu. Namun, untuk capaian seperti tahun lalu, nampaknya sulit untuk lewat dari Rp 33,5 triliun," ucap Roni di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Rabu 24 Oktober 2018.
BCA Finance mencatat hingga kuartal III 2018, industri otomotif dan industri pembiayaan masih menunjukan pertumbuhan positif. Pada September ini, BCA Finance telah membukukan pembiayaan baru sebesar 25,58 triliun atau tumbuh tipis sebesar 1,1 persen dibandingkan pada periode yang sama. Roni masih optimis dapat memenuhi target sebesar 32,5 triliun di akhir tahun walau hasilnya tidak sebesar tahun lalu.
Roni menuturkan salah satu faktor yang membuat permintaan pembiayaan tetap tumbuh adalah karena adanya regulasi yang pro pasar dan pengawasan intensif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, BCA Finance juga menahan untuk menaikkan tingkat suku bunga kredit yang terlalu tinggi.
Sepanjang tahun ini, kata Roni, BCA Finance hanya tiga kali menaikkan suku bunga masing-masing sebesar 25 bps. Pada Oktober hingga akhir tahun ini diperkirakan tidak akan ada kenaikan suku bunga pembiayaan lagi.
Meski begitu, Roni menuturkan ada kenaikan nilai kredit macet atau non-performing loan (NPL) pada tahun ini. Untuk tunggakan di atas 30 hari sebesar 1,3 persen, kemudian tunggakan di atas 90 hari besarnya mencapai 0,8 persen. Angka NPL tersebut, kata Roni, disumbang oleh penjualan mobil bekas yang porsi penjualannya 30 persen. Penjualan mobil bekas dinilai Roni lebih berisiko lebih tinggi. "Bunga mobil bekas memang besarannya lebih tinggi," ujar Roni.
<!--more-->
Selain itu, Roni menuturkan akan terus menggenjot permintaan pembiayaan dengan menawarkan berbagai promosi kemudahan akses keuangan, salah satunya lewat Pekan Raya Otomotif BCA Finance (PRO BCAF) di 17 kota di lndonesia dengan melibatkan 64 dealer mobil. Ia menargetkan bisa mengeluarkan 400 aplikasi atau permintaan baru lewat program tersebut.
Federal International Finance (FIF), perusahaan pembiayaan yang dimiliki oleh Astra, juga tengah mengatur strategi untuk tetap meningkatkan pembiayaan otomotif pada tahun ini. Kenaikan suku bunga acuan tidak membuat FIF serampangan menaikkan suku bunga pembiayaan. Strategi tersebut, kata Roni, akan mampu menaikkan tongkat pertumbuhan sebesar 8 persen pada tahun ini. Angka tersebut naik dari pertumbuhan tahun lalu yang hanya sebesar 3 persen.
"Meskipun ada kenaikan bunga, tapi kami tidak bebankan itu kepada customer. Kalau dari semester II tahun lalu sampai sekarang BI rate sudah naik 1,5 persen, FIF menaikkan bunga hanya 0,5 persen hingga Oktober ini," kata Presiden Direktur FIF Group Margono Tanuwijaya.
Tahun ini, kata Margono, sebetulnya FIF menargetkan pertumbuhan sebesar 3 persen, sama seperti tahun lalu. Angka tersebut ditargetkan lantaran pada saat perencanaan FIF memperkirakan harga komoditi masih belum naik. "Ternyata harga batu bara sangat bagus," kata dia.
Margono yakin target tersebut terlampaui dengan berbagai strategi dari perusahaan. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, FIF, berupaya menawarkan seperti approval kredit yang lebih cepat. Selain itu, kata Margono, perusahaan juga sedang mengembangkan proses digital, sehingga konsumen lebih mudah untuk mengakses pembiayaan.
"FIF juga tetap aktif melakukan event marketing bersama jaringan-jaringan penjualan Honda," kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan pengaruh kenaikan suku bunga kredit belum terlihat signifikan. Pasalnya, sejauh ini permintaan kredit tetap ada lantaran suku bunga pinjaman tidak menanjak tajam. Hanya saja, kata dia, perusahaan pembiayaan terkendala dengan adanya kebijakan sejumlah bank yang memeberikan likuiditas yang ketat. Kalau likuiditasnya ketat, kata Suwandi, tentu aja pertumbuhan pembiayaan bisa terhambat.
"Waktu di awal tahun prediksi kami hingga akhir tahun sebesar 8 persen pertumbuhannya. Tetapi kelihatannya hanya berada di kisaran 6-7 persen. Karena kembali lagi karena likuiditas perbankan yang mengetat," ujar Suwandi.

Berita terkait

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

10 jam lalu

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat dalam penutupan perdagangan hari ini ke level Rp 16.025 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Wamenkeu Suahasil Nazara Soroti 3 Faktor Penting dalam Ekonomi RI, Suku Bunga hingga Kurs Rupiah

13 jam lalu

Wamenkeu Suahasil Nazara Soroti 3 Faktor Penting dalam Ekonomi RI, Suku Bunga hingga Kurs Rupiah

Wamenkeu Suahasil Nazara menyoroti tiga faktor yang menjadi perhatian dalam perekonomian Indonesia saat ini. Mulai dari suku bunga yang tinggi, harga komoditas, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

4 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

4 hari lalu

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

IHSG turun cukup drastis dan menutup sesi pertama hari Ini di level 7,116,5 atau -1.62 persen dibandingkan perdagangan kemarin.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

6 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

6 hari lalu

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

PT Bank Negara Indonesia atau BNI bersiap menghadapi perkembangan geopolitik global, nilai tukar, tekanan inflasi, serta suku bunga.

Baca Selengkapnya

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

6 hari lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

7 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

10 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

10 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya