"Tahun ini kami tidak menaikkan target, masih sama seperti tahun lalu. Namun, untuk capaian seperti tahun lalu, nampaknya sulit untuk lewat dari Rp 33,5 triliun," ucap Roni di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Rabu 24 Oktober 2018.
BCA Finance mencatat hingga kuartal III 2018, industri otomotif dan industri pembiayaan masih menunjukan pertumbuhan positif. Pada September ini, BCA Finance telah membukukan pembiayaan baru sebesar 25,58 triliun atau tumbuh tipis sebesar 1,1 persen dibandingkan pada periode yang sama. Roni masih optimis dapat memenuhi target sebesar 32,5 triliun di akhir tahun walau hasilnya tidak sebesar tahun lalu.
Roni menuturkan salah satu faktor yang membuat permintaan pembiayaan tetap tumbuh adalah karena adanya regulasi yang pro pasar dan pengawasan intensif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, BCA Finance juga menahan untuk menaikkan tingkat suku bunga kredit yang terlalu tinggi.
Sepanjang tahun ini, kata Roni, BCA Finance hanya tiga kali menaikkan suku bunga masing-masing sebesar 25 bps. Pada Oktober hingga akhir tahun ini diperkirakan tidak akan ada kenaikan suku bunga pembiayaan lagi.
Meski begitu, Roni menuturkan ada kenaikan nilai kredit macet atau non-performing loan (NPL) pada tahun ini. Untuk tunggakan di atas 30 hari sebesar 1,3 persen, kemudian tunggakan di atas 90 hari besarnya mencapai 0,8 persen. Angka NPL tersebut, kata Roni, disumbang oleh penjualan mobil bekas yang porsi penjualannya 30 persen. Penjualan mobil bekas dinilai Roni lebih berisiko lebih tinggi. "Bunga mobil bekas memang besarannya lebih tinggi," ujar Roni.
<!--more-->
Selain itu, Roni menuturkan akan terus menggenjot permintaan pembiayaan dengan menawarkan berbagai promosi kemudahan akses keuangan, salah satunya lewat Pekan Raya Otomotif BCA Finance (PRO BCAF) di 17 kota di lndonesia dengan melibatkan 64 dealer mobil. Ia menargetkan bisa mengeluarkan 400 aplikasi atau permintaan baru lewat program tersebut.
Federal International Finance (FIF), perusahaan pembiayaan yang dimiliki oleh Astra, juga tengah mengatur strategi untuk tetap meningkatkan pembiayaan otomotif pada tahun ini. Kenaikan suku bunga acuan tidak membuat FIF serampangan menaikkan suku bunga pembiayaan. Strategi tersebut, kata Roni, akan mampu menaikkan tongkat pertumbuhan sebesar 8 persen pada tahun ini. Angka tersebut naik dari pertumbuhan tahun lalu yang hanya sebesar 3 persen.
"Meskipun ada kenaikan bunga, tapi kami tidak bebankan itu kepada customer. Kalau dari semester II tahun lalu sampai sekarang BI rate sudah naik 1,5 persen, FIF menaikkan bunga hanya 0,5 persen hingga Oktober ini," kata Presiden Direktur FIF Group Margono Tanuwijaya.
Tahun ini, kata Margono, sebetulnya FIF menargetkan pertumbuhan sebesar 3 persen, sama seperti tahun lalu. Angka tersebut ditargetkan lantaran pada saat perencanaan FIF memperkirakan harga komoditi masih belum naik. "Ternyata harga batu bara sangat bagus," kata dia.
Margono yakin target tersebut terlampaui dengan berbagai strategi dari perusahaan. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, FIF, berupaya menawarkan seperti approval kredit yang lebih cepat. Selain itu, kata Margono, perusahaan juga sedang mengembangkan proses digital, sehingga konsumen lebih mudah untuk mengakses pembiayaan.
"FIF juga tetap aktif melakukan event marketing bersama jaringan-jaringan penjualan Honda," kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan
Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan pengaruh kenaikan suku bunga kredit belum terlihat signifikan. Pasalnya, sejauh ini permintaan kredit tetap ada lantaran suku bunga pinjaman tidak menanjak tajam. Hanya saja, kata dia, perusahaan pembiayaan terkendala dengan adanya kebijakan sejumlah bank yang memeberikan likuiditas yang ketat. Kalau likuiditasnya ketat, kata Suwandi, tentu aja pertumbuhan pembiayaan bisa terhambat.
"Waktu di awal tahun prediksi kami hingga akhir tahun sebesar 8 persen pertumbuhannya. Tetapi kelihatannya hanya berada di kisaran 6-7 persen. Karena kembali lagi karena likuiditas perbankan yang mengetat," ujar Suwandi.