BI Sebut Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tak Sekuat Perkiraan
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 23 Oktober 2018 15:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2018 tidak sekuat perkiraan. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan ekspor neto.
Baca juga: BI Diprediksi Mempertahankan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen
"Hampir seperti triwulan I, yaitu 5,1 persen kurang sedikit," ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018. Ia tidak menyebutkan angka pasti dari pertumbuhan ekonomi triwulan III tersebut.
Mirza berujar kenaikan pertumbuhan ekspor triwulan III tidak sekuat proyeksi-proyeksi. kinerja ekspor komoditas andalan, seperti pertanian dan pertambangan, menurut dia, masih belum sekuat perkiraan. Harga komoditas ekspor Indonesia tumbuh lebih lambat, di tengah harga minyak dunia yang terus meningkat.
"Sementara itu, impor tumbuh tinggi sejalan dengan permintaan domestik, meskipun pertumbuhan impor bulanan telah menunjukkan perlambatan," ujar Mirza. Dengan perkembangan seperti itu, Mirza mengatakan pertumbuhan ekonomi 2018 diperkirakan berada pada kisaran bawah 5,0 - 5,4 persen.
Tidak hanya di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi global, kata Mirza, juga lebih rendah dari proyeksi semula. Perlambatan pertumbuhan global terjadi sejurus dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Eropa dan negara-negara berkembang, juga Cina. Melambatnya pertumbuhan ekonomi itu, kata dia, juga disertai dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin tinggi.
"Penurunan proyeksi ekonomi dunia juga dipengaruhi ketegangan hubungan dagang antara AS dan negara lain yang kemudian menurunkan volume perdagangan dunia," kata Mirza.
Di sisi lain, tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global mendorong investor global menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di Amerika Serikat. Imbasnya, ekonomi AS diperkirakan semakin kuat.
"Hal tersebut didukung permintaan domestik yang kemudian menyebabkan ekspektasi inflasi AS tetap tinggi," kata Mirza. Kondisi tersebut diperkirakan membuat The Fed merespons dengan kembali menaikkan suku bunga kebijakannya.