Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersiap memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur tambahan di kantor pusat BI, Jakarta, 30 Mei 2018. Bank Indonesia memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-days repo rate 25 basis poin menjadi 4,75 persen untuk mengantisipasi risiko eksternal terutama kenaikan suku bunga acuan kedua The Fed pada 13 Juni mendatang. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Meski suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sudah naik 50 basis poin menjadi 5,25 persen untuk memperkuat stabilitas rupiah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan investor asing yang masuk ke Indonesia belum cukup besar.
"Kan respons suku bunga bagaimana untuk bisa membuat pasar keuangan Indonesia khususnya di obligasi pemerintah yield-nya tetap menarik bagi investor asing, kan konteksnya seperti itu," ujar Perry di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 3 Juli 2018.
Harapannya, seiring dengan adanya lelang, investor asing bisa masuk ke dalam negeri dan mulai memacu stabilitas rupiah. Namun, lantaran ternyata investasi luar negeri yang masuk ternyata belum terlalu besar pasca kebijakan itu, rupiah terus bergerak melemah.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, pada pukul 14.45 WIB kurs terpantau pada posisi Rp 14.418 per dolar Amerika Serikat, setelah menginjak Rp 14.397 pada pagi hari tadi.
Apabila investasi asing yang masuk belum juga mencukupi, Perry mengatakan BI perlu melakukan intervensi valuta asing. Serta, jika ada investor asing yang menjual Surat Berharga Negara-nya, BI akan membeli SBN dari pasar sekunder. "Koordinasi ini yang perlu dilakukan," ujar Perry.
Sebelumnya, keputusan kenaikan suku bunga acuan BI tersebut juga diikuti dengan kenaikan Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50 persen. Sedangkan Lending Facility juga naik sebesar 50 bps menjadi 6,00 persen.
Perry mengatakan keputusan tersebut merupakan respons dari kondisi dari sisi likuiditas keuangan global yang terus mengetat beberapa waktu ke belakang. Selain itu, karena BI menangkap adanya ketidakpastian kondisi ekonomi global yang sangat tinggi.
Perry juga menjelaskan keputusan tersebut untuk merespons ketegangan ekonomi atau perang dagang yang masih terjadi antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Belum lagi, Perry melanjutkan, keputusan itu juga merespons keputusan bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) yang diprediksi menaikkan suku bunga sebanyak empat kali dalam tahun ini dan diperkirakan membuat rupiah melemah.