Dolar Nyaris 14.200, DPR Peringatkan Perry Warjiyo
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 22 Mei 2018 17:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menjadi hal yang paling disoroti Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, saat Gubernur Bank Indonesia Periode 2013-2018 Agus Martowardojo menyampaikan laporan akhirnya di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta pada Selasa, 22 Mei 2018.
Sampai hari ini, Selasa, 22 Mei 2018, BI mematok kurs tengah rupiah di level Rp 14.178 per dolar Amerika Serikat. “Pelemahan rupiah di kisaran Rp 14.000 per dolar AS ini adalah notifikasi bagi Gubernur BI yang baru, Perry Warjiyo,” ujar anggota Komisi XI dari Partai Amanat Nasional Jon Erizal di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, 22 Mei 2018.
Kritik kencang ihwal pelemahan rupiah juga datang dari anggota Komisi XI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Eddy Susetyo. “Kita diketawain di antara negara G-20, nilai tukar kita yang terendah,” ujar Andreas di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, 22 Mei 2018.
Agus Martowardojo dengan tangan terbuka menerima berbagai kritik dari sejumlah anggota DPR Komisi XI. “Ini yang bikin aku bakalan kangen dengan Komisi XI, diskusi seperti ini,” ujar Agus di lokasi yang sama.
Namun, Agus menjelaskan, BI sudah berupaya menjaga stabilitas ekonomi makro dan berhasil menjaga volatilitas nilai tukar rupiah dalam lima tahun terakhir, di bawah 12 persen. Kendati, pada akhir Desember 2013, kurs rupiah menjadi sebesar Rp 12.189 per dolar AS dan per hari ini menjadi Rp 14.178 per dolar AS.
Menurut Agus, yang meresahkan masyarakat saat ini adalah mindset bahwa satu dolar AS setara dengan lima digit rupiah. “ Untuk itu, kami berharap DPR mendukung redenominasi rupiah,” ujar Agus.
Nilai tukar rupiah, ujar Agus, saat ini dalam kondisi yang baik dan tidak terpuruk dalam seperti negara-negara lain di tengah badai tekanan global. “Rupiah it’s okay,” ujarnya. Ke depan, lanjut Agus, perekonomian Indonesia harus berbasis kepada ekspor agar tetap stabil di tengah berbagai tekanan dan ketidakpastian pasar global.