OJK Perbesar Basis Nasabah Keuangan Keuangan Syariah
Reporter
Adam Prireza
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 14 Mei 2018 17:30 WIB
TEMPO.CO, JAKARTA - Penasehat pada Komite Strategis dan Pusat Riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Buchori, mengatakan lembaganya telah berkomitmen dalam mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia. Hal itu dilakukan lantaran adanya peningkatan permintaan terhadap produk industri tersebut.
"Dalam pertemuan tahunan industri jasa keuangan tanggal 18 Januari 2018, disebutkan ada peningkatan costumer base, ada demand terhadap produk keuangan syariah," ujar Ahmad di Gedung Menara 165, Jakarta, Senin, 14 Mei 2018.
Seperti diberitakan sebelumnya, sektor keuangan syariah mengalami pertumbuhan yang baik. Berdasarkan data OJK, hingga Februari 2018, total aset keuangan syariah Indonesia di luar saham syariah mencapai Rp 1.117,88 triliun dengan kurs Rp13.707 per dolar AS.
Simak: OJK Sebut RI Pasar Besar Bagi Fintech Syariah
Secara pembandingan year on year (yoy) pembagian porsi tiga aspek keuangan syariah, yaitu perbankan syariah, Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) syariah, serta pasar modal syariah mengalami peningkatan. Hingga Februari 2018, perbankan syariah mengisi porsi sebesar 38,40 persen, IKNB syariah sebesar 8,89 persen, serta pasar modal syariah sebesar 52,70 persen.
Menurut Ahmad, salah satu upaya OJK untuk memperbesar basis nasabah keuangan syariah adalah dengan membangun model bisnis yang mengintegrasikan sektor keuangan, sektor riil, serta sektor sosial. Ia mengatakan sektor jasa keuangan tahun ini diarahkan untuk mendorong peran keuangan syariah dalam penyediaan sumber dana pembangunan.
Untuk itu, Ahmad mengatakan OJK berencana memperluas pembentukan Bank Wakaf Mikro. Saat ini, OJK telah meresmikan 20 Bank Wakaf Mikro di beberapa pesantren di Pulau Jawa. Ahmad menyebut kedepannya akan membangun Bank Wakaf Mikro di 50 kota yang tersebar di Sumatera, Makassar, Kalimantan, dan Papua.
"Ini tidak lanjut dari arahan Presiden Jokowi yang menginginkan supaya pelaku usaha mikro yang sulit berhubungan dengan lembaga keuangan formal dapat dilayani oleh Bank Wakaf Mikro," tutur Ahmad. "Nantinya, skema pembiayaan bank ini adalah pinjaman tanpa agunan dengan timbal hasil setara 3 persen."
Upaya selanjutnya adalah dengan mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji untuk mengoptimalkan investasi lewat sektor keuangan syariah. Meski begitu, Ahmad menyadari bahwa optimalisasi tersebut menjadi tantangan besar bagi badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan OJK dalam menyediakan instrumen investasi yang aman.
Selain itu, OJK juga berniat mengembangkan industri teknologi finansial atau fintech syariah, reksadana syariah, serta pengadaian syariah. Ketiganya diproyeksikan menjadi alternatif pembiayaan bagi kegiatan ekonomi produktif.
"Hingga sekarang, perusahaan fintech syariah yang sudah terdaftar di OJK ada 2, sementara 4 lainnya akan menyusul di pertengahan tahun 2018," kata Ahmad.