(ki-ka) Cece Kadarisman, Yulianda Tjendrawati, Julia Sri Redjeki, dan bos Cipaganti Group Andianto Setiabudi, menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Jawa Barat, 18 Juni 2015. Keempatnya dituntut 20 tahun penjara dan denda masing-masing Rp 200 miliar. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Kreditur PT Citra Maharlika Nusantara Corpora Tbk, yang semula bernama Cipaganti Citra Graha, dapat bernapas lega lantaran aset debitor tak jadi dikuasai Kantor Pajak. Pasalnya, hakim pengawas telah mengabulkan permintaan kurator dengan mengeluarkan surat perintah pencoretan sita aset oleh pihak pajak.
Dengan begitu, aset-aset yang disita pajak dapat dieksekusi kreditor separatis dan kurator. Sebab, aset yang menjadi budel pailit itu bukan hanya hak dari pajak selaku kreditor preferen, melainkan hak kreditor separatis dan konkuren.
Kurator kepailitan PT Citra Maharlika Nusantara Corpora Tbk (dahulu Cipaganti), Tri Hartanto, mengatakan penetapan hakim membawa angin segar terhadap proses kepailitan ini.
"Hak eksekusi pajak telah dihapuskan karena kepailitan adalah sita umum. Jadi sita-sita lainnya (pajak) harus gugur demi hukum," katanya saat ditemui di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, akhir pekan lalu.
Hakim pengawas, menurut Tri, mengeluarkan surat perintah pencoretan sita aset pajak pada pertengahan September lalu. Pada waktu yang sama, hakim pengawas juga telah menetapkan debitor dalam masa insolvensi.
Tri menambahkan, kurator telah bekerja melakukan pemberesan aset dalam kurun sebulan terakhir ini. Dia mengaku sejumlah utang debitor telah terbayarkan, khususnya kreditor separatis yang memegang jaminan.
Kreditor separatis memiliki hak eksklusif untuk mengeksekusi jaminannya sendiri tanpa melalui kurator. "Yang pasti aset budel pailit yang dijaminkan ke separatis telah dilakukan eksekusi. Asetnya hampir 1.000 unit kendaraan," ujar Tri.
Pencatatan penerimaan berkas barang jaminan dikelola Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bandung.
Tri melanjutkan, barang jaminan ada di bawah KPKNL Bandung. Beberapa kreditor separatis telah melakukan eksekusi. Selanjutnya, sisa aset dari kreditor separatis akan dilelang kurator untuk menutup tagihan kreditor konkuren atau tanpa jaminan.
Utang Cipaganti kepada kreditor separatis sebesar Rp178 miliar. Sementara itu, utang ke kreditor konkuren Rp 67 miliar. "Saat ini kami masih menunggu separatis mengeksekusi haknya sampai batas waktu 18 November," ucap Tri.
Dalam prosesi ini, Kantor Pajak DJP Jawa Barat sempat melakukan perlawanan. Pihak pajak mengirimkan surat ke hakim pengawas tentang ketidaksetujuannya dengan perintah pencoretan sita aset.
Menurut Tri, pencoretan tersebut tidak menyalahi undang-undang. Pencoretan sita aset telah diatur dalam Pasal 31 ayat 2 Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal itu berbunyi semua penyitaan yang dilakukan menjadi hapus atau kalau diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya.
Kurator mencatat tagihan kantor pajak terhadap debitor Rp 71 miliar. Kendati begitu, pajak memegang aset tanah di Kalimantan dengan taksiran harga Rp 71 miliar. Dengan begitu, separuh piutangnya paling tidak sudah terbayarkan. Adapun total kewajiban Cipaganti dalam proses kepailitan sebesar Rp 320 miliar.