Mendorong Efektifitas Kebijakan Suku Bunga Rendah
Sabtu, 7 Oktober 2017 10:42 WIB
INFO NASIONAL - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada September 2017 lalu secara mengejutkan kembali menurunkan suku bunga acuan (BI 7-day repo rate) sebesar 25 basis poins (bps) dari 4,50 persen menjadi 4,25 persen. Hal itu dilakukan sejalan dengan menurunnya ekspektasi inflasi – pemerintah berjanji tidak menaikkan administered prices, yaitu elpiji dan listrik – sehingga masih ada cukup ruang bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuannya.
“Karenanya, Bank Indonesia memproyeksi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) hingga akhir 2017 mencapai 3,7 persen sehingga tingkat inflasi sepanjang tahun 2017 bisa menembus 3,5 persen. Kodisi ini menyebabkan real interest rate (suku bunga riil) masih berpeluang untuk turun,” ujar Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta.
Kala itu, BI memandang selain ada tekanan kurs terhadap sektor finansial, juga sejumlah data yang digunakan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan penurunan suku bunga cukup memadai terutama pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2017 yang dipandang akan lebih baik dibandingkan dengan paruh pertama tahun ini.
Sayangnya, meskipun tahun ini BI telah dua kali menurunkan tingkat suku bunga acuannya (BI 7-day repo rate) sebanyak 50 bps. Namun, transmisi kebijakan yang dilakukan BI tersebut masih belum diikuti penurunan suku bunga kredit perbankan. Sejak BI mulai turunkan suku bunganya pada Januari 2016, suku bunga deposito baru urun 145 bps dan suku bunga kredit hanya turun 110 bps.
Hal itu disinyalir sebagai salah satu penyebab utama masih lesunya kinerja kredit perbankan. Penyaluran kredit hingga Agustus 2017 tercatat sebesar Rp4.514,5 triliun atau hanya tumbuh 8,4 persen secara tahunan (year on year/yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit perbankan disebabkan oleh kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK). Dimana, KI tercatat sebesar Rp1.123 triliun atau naik 6,8 persen dan KK tumbuh sebesar 10,2 persen menjadi Rp1.316,3 triliun per Juli 2017.
Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi terhadap pembiayaan pasar keuangan. Tahun ini, pembiayaan di pasar keuangan tumbuh lebih dari 50 persen khususnya lewat obligasi, MTN, dan pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO). Kondisi tersebut, memberikan gambaran bahwa investor mencari pembiayaan di luar perbankan yang lebih murah dibanding suku bunga kredit perbankan.
Tren pertumbuhan tersebut lebih banyak digerakkan oleh investor dalam negeri. Sementara, investor asing memilih untuk menarik dananya sehingga terjadi capital out flow di pasar saham cukup besar mencapai Rp12 triliun. Kemudian, mereka tempatkan pada instrumen insvestasi dengan return on investment (ROI) yang lebih baik, salah satunya Surat Utang Negara (SUN). Karenanya, belakangan terjadi capital in flow sebesar Rp11 trilun di bond market Indonesia.
Sejatinya, penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh BI merupakan langkah yang baik. Kita berharap bahwa penurunan tersebut dapat lebih terukur. Sebab, kebijakan moneter tidak bisa berdiri sendiri dalam menggerakkan sektor-sektor ekonomi masayarakat. Untuk itu, penurunan BI 7-day repo rate harus berkolerasi dengan kebijakan fiskal maupun sektor riil sesuai kebutuhan dunia usaha sehingga tercipta iklim bisnis yang kundusif. Alhasil, BI 7-day repo rate bisa lebih efektif meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dengan kucuran kredit terus tumbuh sekaligus menggerakkan roda perekonomian.
Efektifitas penurunan BI 7-days repo rate untuk mengerek pertumbuhan kredit ke angka double digit memang masih menghadapi sejumlah tantangan. Antara lain, bagaimana meningkatkan pembentukan modal tetap bruto sehingga menjadi barang, gedung, dan pembangunan sumber daya manusia (SDM), yang akkhirnya tercipta lapangan kerja baru sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Selanjutnya, menyelaraskan (fine turning) bauran kebijakan antara institusi satu dengan lainnya. Alhasil, kebijakan BI 7-days repo rate benar-benar memberikan transmisi yang nyata, bukan sekedar menurunkan tapi kemudian memindahkan dari satu portofolio investment kepada portofolio investment lainnya seperti yang terjadi saat ini.
Tantangan lain, melakukan pengawasan menyeluruh terhadap implementasi kebijakan di bidang perekonomian pada level pemerintah pusat, kementerian dan lembaga hingga pemerintah kota/kabupaten. Sehingga, apapun kebijakan pemerintah termasuk BI 7-day Repo Rate bisa benar-benar berjalan efektif di lapangan. Sejurus dengan hal itu, maka rasa aman dan nyaman bagi aktivitas dunia usaha pun akan tercipta. (*)