TEMPO.CO, Bandung - Sekretaris Direktorat Jenderal Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Susyanto mengatakan, saham partisipasi hanya boleh diserahkan pada BUMD yang 100 persen sahamnya milik pemerintah daerah. “Peraturan Menterinya sedang disusun,” kata dia selepas menghadiri kunjungan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Migas Komisi VII DPR di Gedung Sate, Bandung, Kamis, 26 November 2015.
Susyanto mengatakan, Peraturan Menteri itu akan terbit akhir tahun ini. “Tinggal sedikit lagi kami kemungkinan akan menyetujui boleh dimiliki anak perusahaan sepanjang sahamnya 100 persen milik Pemda, tapi masih merumuskan itu. Sudah hampir selesai sebetulnya,” kata dia.
Menurut Susyanto, rancangan Permen yang khusus mengatur 10 persen saham partisipasi untuk memastikan saham dimiliki daerah. “Keinginan kita memberikan pada daerah, tapi pada akhirnya contoh Blok Cepu yang menikmati akhirnya swasta, bahkan kami lihat ada swasta asing,” kata dia.
Susyanto mengatakan, pemerintah juga menyiapkan solusi pendanaan jika daerah kesulitan menyetor modalnya untuk memperoleh 10 persen saham partisipasi itu oleh BUMD dengan kepemilikan 100 persen Pemda. “Kita menyadari, kalau gak punya uang bisa cari lenders (pinjaman) tapi jangan ngambil saham. Itu yang kita atur,” kata dia.
Sedikitnya ada tiga opsi pinjaman yang dibolehkan bagi BUMD agar bisa mendapat saham partisipasi. Susyanto merinci, pertama jika saham itu berada di blok pengusahaan Pertamina, maka pinjaman itu diberikan Pertamina. “Pertamina juga bisa mengambil lima persen saham itu, dan lima persen lagi diduitkan Pertamina karena masih BUMN, terserah,” kata dia.
Opsi selanjutnya, BUMD boleh meminjam dana untuk mendapat saham partisipasi dengan meminjam pada Pusat Investasi Pemerintah (PIP). “Ketiga, baru (meminjam) pada swasta, tapi ‘Bussiness to Bussiness’, gak boleh saham. Dalam artian pinjam uang, tapi jangan saham,” kata Susyanto.
Susyanto mencontohkan, kepemilikan 10 persen saham partisipasi dengan praktek BUMD dengan 100 persen kempemilikan sahamnya oleh pemerintah daerah sudah dilakukan Jawa Tengah. “Mereka pinjam uang ke lenders. Kita inginkan seperti itu, yang penting bukan saham,” kata dia.
Menurut Susyanto, Jawa Barat sudah mendapat persetujuan memperoleh 10 persen saham partisipasi untuk blok migas Offshore North West Java. Namun hal ini terkendala masalah BUMD yang ditunjuk mengelola saham itu oleh pemerintah Jawa Barat yang sebagian sahamnya dimiliki swasta. Jawa Barat diminta mengikuti aturan 100 persen saham dengan kemilikan penuh perintah daerah jika menginginkan Saham Partisipasi blok ONJW tersebut. “Persyaratannya seperti itu,” kata dia.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menuding janji pemerintah memberikan saham partisipasi sebagai basa-basi. “Bohong-bohongan ini basa basi,” kata dia di Bandung, Kamis, 26 November 2015.
Deddy mengatakan, pemerintah provinsi sengaja menggandeng pihak ketiga membentuk BUMD yang ditugasi mengelola 10 persen saham partisipasi untuk menyiasati pendanaan. “Mereka juga tahu kondisi daerah seperti apa keuangannya. Sementara eksploitasi migas bukan barang murah, jangan bohong-bohongan memberi 10 persen,” kata dia.
Menurut Deddy, pembentukan BUMD tidak gampang. Prosesnya ditempuh dengan menyusun Peraturan Daerah melibatkan DPRD. “Prosesnya lama, sementara Perda menyebutkan ada pihak ketiga. Ini Peraturan Menterinya baru keluarnya. Duluan Perda. Harus berubah lagi, kerja dua kali jadinya,” kata dia.
Jawa Barat mendapat kepastian mendapat 10 persen Saham Partisipasi blok Offshore North West Java (ONWJ) melalui BUMD. Dana yang harus disetor untuk mendapat Saham Partisipasi itu menembus Rp 1 triliun. Saat ini pengelolaan blok migas ONWJ dipegang oleh PT Pertamina Hulu Energi sebagai operator sekaligus pemegang saham mayoritas, lalu dua perusahaan migas swasta PT Energi Mega Persada dan Kufpec (Ricso Energi ONWJ Ltd.).
Pemerintah Jawa Barat sengaja mendirikan BUMD, PT Jabar Hulu Energi untuk mengelola Saham Partisipasi tersebut. Komposisi saham dalam pendirian BUMD itu 70 persen milik pemerintah Jawa Barat, dan 20 persen PT GT Kryo, serta 10 persen selebihnya milik PT Jabar Energi anak perusahaan PT Jasa Sarana (BUMD milik Jawa Barat).
AHMAD FIKRI