TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan masalah PT Freeport Indonesia bukan semata perpanjangan kontrak karya, melainkan menyangkut sikap negara terhadap kerja sama dengan pihak luar.
“Pemerintah membuka diri kerja sama, tapi harus tetap membawa keuntungan kepada rakyat,” kata Din di kantornya pada Kamis, 26 November 2015. “Pemerintah harus meninjau ulang kontrak karya bidang minyak, gas, tambang sebagai jihad konstitusi.”
SIMAK: Sambil Gebrak Meja, Rizal Ramli Tolak US$ 3 M dari Freeport
Din menyampaikan, sudah saatnya pemerintah berpikir untuk lebih peduli kepada rakyat. Seperti dalam bagi hasil Freeport, ia berkeinginan nantinya pembagian saham dilakukan secara wajar. Jangan seluruhnya diberikan kepada pihak asing. “Silakan dihitung wajar, jangan kemudian dikuasai (asing) begitu saja.”
Din menjelaskan, jauh lebih penting pemerintah menyiapkan sumber daya manusia yang profesional untuk mengurus sumber daya alam Indonesia. Tapi, dia enggan mengomentari kemungkinan nasionalisasi Freeport. Menurut dia, di era globalisasi ini kerja sama dengan asing tidak menjadi masalah asalkan mendatangkan win-win solution.
SIMAK: Rizal Ramli: Freeport Rakus, Pejabat Gampang Dilobi
Pemerintah pun, dia meneruskan, harus konsekuen dan konsisten sebab sudah ada dasar hukum yang mengatur penguasaan sumber daya alam. Berdasarkan konstitusi, sumber daya alam dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah juga wajib mengawal undang-undang soal mineral, batu bara, dan gas.
DANANG FIRMANTO