TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengatakan, kepemilikan saham PT Pelabuhan Indonesia (Persero) II di anak perusahaannya, PT Jakarta International Container Terminal (JICT), yang selama ini digembar-gemborkan oleh Pelindo II sebesar 51 persen, ternyata tidak benar.
Rieke menyimpulkan hal itu setelah kemarin Pansus Pelindo II menggelar rapat panitia khusus dengan Dirut PT JICT, dan ia menerima dokumen yang ditandatangani pada 7 Juli 2015 lengkap dengan surat notaris terkait dengan komposisi Direksi dan Komisaris yang baru di JICT.
"Dikatakan sebelumnya perpanjangan kontrak JICT menguntungkan negara karena sekarang saham Pelindo II menjadi mayoritas, dari 48,9 persen menjadi 51 persen. Ternyata dalam surat tersebut jelas dinyatakan kepemilikan saham tidak berubah: Pelindo 48,9 persen, Koperasi Pegawai 0,10 persen, dan Hutschinson (HPH) 51 persen," ujar Rieke saat dimintai konfirmasi Tempo, Kamis, 26 November 2015.
Dalam rapat Pansus Pelindo II kemarin, hadir sebagai saksi adalah Direksi PT JICT di antaranya Direktur Utama PT JICT Dani Rusli, Wakil Direktur PT JICT Riza Ervan, dan Direktur Keuangan PT JICT Budi. Selain itu, Pansus Pelindo II mengundang mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier.
Saat rapat Pansus Pelindo II yang digelar terbuka mulai pukul 11.45 WIB kemarin, Fuad terduduk lemas melihat kenyataan bahwa kepemilikan saham Pelindo II di JICT telah berubah. "Saya syok, saat masuk ke ruangan ini di kepala saya, saya masih percaya saham Indonesia 51 persen. Ternyata dengan surat yang diserahkan Direksi JICT justru menjadi bukti telah terjadi kebohongan publik yang besar," ujar Fuad, yang juga pernah menjabat sebagai Mantan Dirjen Pajak itu.
Fuad juga mengatakan adanya indikasi perampokan uang negara, terlebih ia juga menaruh kecurigaan karena kontrak Konsesi Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings untuk pengelolaan JICT buru-buru diperpanjang sebelum tenggat waktunya habis, yakni di 2019.
"Dokumen perpanjangan kontrak awal yang saya baca 2019 tidak ada perpanjangan kontrak, dan JICT harusnya kembali menjadi milik Indonesia secara utuh. Dan di kontrak perpanjangan JICT, kontrak antara Pelindo II dan HPH, justru para pihak yang menandatangani hanya Pelindo II dan JICT sebagai anak perusahaan Pelindo II, tidak ada dari pihak HPH. Kontrak ini ilegal dan artinya perpanjangan harus batal," kata Fuad seperti yang ditulis dalam pesan tertulis Rieke yang sudah dikonfirmasi oleh Tempo. Akhirnya rapat itu pun diskors pada pukul 14.00 WIB dan dilanjutkan lagi pada pukul 16.00 WIB.
Untuk kedua kalinya, jajaran direksi JICT kembali diambil sumpahnya dengan kitab suci Al-Quran agar dapat disumpah untuk memberikan keterangan yang jujur di dalam forum.
Dalam memberikan pernyataan kepada Pansus Pelindo II, jajaran direksi JICT, kata Rieke, menyampaikannya dengan berbelit-belit. Dan justru ada pernyataan mengejutkan dari Direktur PT JICT yang tidak mengetahui tentang Undang-undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 yang mengatur tentang konsesi. Anggota Pansus Pelindo II dari Fraksi Gerindra Mohammad Nizar Zahro bertanya kepada Dirut JICT Dani Rusli.
"Apakah JICT setiap tahunnya diberikan pelajaran tentang nasionalisme kebangsaan? Sumber hukum yang wajib dijalankan salah satunya UUD 1945. Apakah pernah membaca pasal 33 ayat 1 dan 2? Apakah pernah membaca UU No. 17 2008?" tanya Nizar. Kemudian dijawab oleh Dani, "Secara prinsip yang disampaikan di UUD 1945 pasal 33 saya mengingatnya. Tapi yang saya pahami prinsipnya tanah air dikuasai negara untuk kepentingan rakyatnya."
Dan Wakil Dirut JICT, Riza, juga membenarkan bahwa pendidikan soal konsesi dan perpanjangan kontrak harus berdasarkan Undang-undang tidak pernah diajarkan di JICT. "Seperti yang dikatakan Pak Dirut (Dani Rusli). Memang menurut kami tidak lazim untuk diberikan di kantor," ujarnya.
Akhirnya, karena suasana rapat yang tidak kondusif, sidang Pansus Pelindo II kemarin dihentikan. Namun hal itu semakin memperkuat fakta bagi Tim Pansus Pelindo II bahwa ada kebohongan yang dilakukan PT Pelindo II dalam pengelolaan JICT, bahwa benar mayoritas pemegang saham di JICT bukanlah PT Pelindo II melainkan Hutchinson Port Holdings.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo belum mendapat konfirmasi dari Pelindo terkait masalah di atas.
DESTRIANITA K.