TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan nilai tukar rupiah pada 2016 akan menembus Rp 14.000 per dolar AS.
Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, perkembangan neraca pembayaran menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai tukar.
"Neraca perdagangan memang cenderung surplus, tetapi lebih disebabkan karena penurunan impor yang lebih cepat dibandingkan ekspor, sedangkan neraca transaksi jasa dan pendapatan dipastikan negatif," ujar Enny dalam sebuah seminar, di Jakarta, Kamis, 26 November 2015.
Enny menuturkan, topangan kinerja neraca pembayaran bergantung pada aliran modal, baik investasi langsung, portofolio maupun lainnya. Kinerja investasi langsung akan terkait dengan efektivitas paket-paket kebijakan pemerintah, sedangkan investasi portofolio akan masih melonjak karena tingginya suku bunga domestik.
"Hanya saja, investasi portofolio bergerak liar mengikuti perkembangan ekspektasi, rumor, dan suku bunga," kata Enny.
Menurut dia, faktor eksternal yang menentukan nilai tukar rupiah adalah keputusan kenaikan suku bunga The Fed. Proyeksi perbaikan ekonomi Amerika Serikat pada akhirnya mendorong dilaksanakannya kenaikan suku bunga The Fed pada 2016.
"Keputusan ini akan menyebabkan tekanan terhadap rupiah, terutama yang bersumber dari aliran investasi portofolio," ujar Enny.
Selain itu, lanjutnya, perekonomian Cina yang belum membaik menyebabkan aktivitas perdagangan dunia, terutama permintaan komoditas dunia, tidak akan berubah signifikan. Pelemahan permintaan Cina memberikan dampak yang cukup berarti bagi pertumbuhan ekspor nasional.
"Ditambah lagi suku bunga kredit yang masih cukup tinggi di Indonesia memicu meningkatnya utang luar negeri yang berbunga relatif lebih rendah. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah semakin susah diminimalkan," kata Enny.
Sementara itu, aliran impor pada 2016 akan bergantung pada kinerja sektor industri serta efektivitas paket kebijakan pemerintah. Jika paket kebijakan tersebut berjalan dengan baik, kebutuhan valas ke depan masih cukup besar.
Rata-rata impor nasional sepanjang Januari-September 2015 mencapai US$ 107,94 miliar, sedangkan kebutuhan valas dari pembayaran pokok serta bunga utang pemerintah dan bank sentral pada Januari-Juli 2016 mencapai US$ 5,08 miliar.
Dengan memperhatikan prediksi situasi pada 2016, pihaknya memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa menembus Rp 14.000 per dolar AS.
"Level tersebut lebih pesimistis dari pemerintah (Rp 13.900 per dolar AS). Namun jika pemerintah bersama BI dapat berupaya maksimal memperbaiki kinerja defisit transaksi berjalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, masih ada peluang bagi rupiah berada di bawah Rp 14.000 per dolar AS," ujar Enny.
ANTARA