TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Energi DPR mendukung langkah PT Pertamina (Persero) melakukan aksi korporasi dari temuan audit forensik terhadap anak usahanya, PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Bahkan Pertamina diminta menempuh langkah hukum bila ada dugaan tindak pidana. "Bila dari hasil audit itu diindikasikan ada kerugian negara atau diindikasikan ada pidana, itu menjadi tugas Pertamina atau kementerian untuk melanjutkan ke proses hukum," kata Wakil Ketua Komisi Energi Satya Widya Yudha, Rabu, 25 November 2015.
Satya mengatakan aksi korporasi ini harus dilakukan bila disinyalir ada pembocoran rahasia melalui email oleh oknum yang ada di Petral dengan pihak luar. "Lakukanlah aksi korporasi, kalau sudah menyangkut yang lebih tinggi daripada itu, serahkan pada ranah hukum," kata dia.
Seperti diketahui, Pertamina menonaktifkan empat manajer bekas Pertral karena membocorkan tender dan memunculkan hasil perhitungan sendiri. Empat orang ini diduga perpanjangan tangan pihak ketiga yang berperan mengatur tender. Hal ini membuat harga minyak impor jadi lebih mahal dari seharusnya.
Satya mengatakan belum mengetahui siapa saja empat orang tersebut. Namun jika langkah itu dilakukan Pertamina dengan dukungan data atau hasil proses audit, itu adalah bagian aksi korporasi yang mesti didukung. Komisi Energi DPR sendiri hingga kini belum mendapatkan hasil audit Petral meski telah memintanya pada Pertamina.
Dalam rapat yang digelar Selasa kemarin, kata Satya, Pertamina menyatakan hasil audit lengkap tidak bisa diberikan, kecuali ada permintaan resmi dari DPR secara tertulis. "DPR baru menyurati, meminta lengkap audit Petral hari ini," kata Satya.
Dia berharap Pertamina segera merespons permintaan tersebut. Sebenarnya, Pertamina telah memberikan resume hasil audit, tapi resume dianggap tidak memberikan banyak informasi. "Kalau resume apa isinya, kami kan butuh detail auditnya," kata dia.
Satya tak mempermasalahkan audit hanya dilakukan pada periode 2012-2014. Bagi dia, audit di periode itu sebagai batu loncatan untuk mengaudit ke tahun-tahun sebelumnya, apalagi bila ada kebutuhan karena adanya indikasi pelanggaran pidana. "Ini stepping stone. Jadi jadikanlah hasil audit 2012-2014 ini menjadi sarana untuk melihat apakah ada kerugian negara di tahun-tahun sebelumnya," kata dia.
AMIRULLAH