TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan untuk menjawab tantangan ekonomi global, Bank Indonesia membutuhkan percepatan transformasi. Agus menyebutkan ada dua cara yang bisa digunakan untuk mempercepat proses transformasi.
Pertama, kata dia, adalah peningkatan produktivitas. Produktivitas penting ditingkatkan mengingat pada 2016 sudah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Sementara kita lihat negara pesaing kita, kita masih tertinggal," kata dia di acara tahunan Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 24 November 2015.
Kedua, meningkatkan partisipasi masyarakat. Agus mengatakan merangkul semua elemen masyarakat sangat penting dalam mengolah dana yang ada. Hal ini, kata Agus, terkait dengan adanya kesenjangan ekonomi dengan asing. "Mobilisasi penting agar tidak diisi oleh asing."
Untuk ke depan, kata Agus, tantangan yang dihadapi masih ada. Pertumbuhan Cina yang kemungkinan masih melambat serta The Fed yang belum pasti menyebabkan adanya risiko arus modal keluar.
"Di tengah tantangan yang begitu berat, semua pihak butuh daya tahan perekonomian," kata Agus. Ia menghimbau agar negara terus mendukung pertumbuhan dengan perbaikan di sektor riil dan keuangan.
Agus menjelaskan, sektor keuangan perlu memperluas strategi pembiayaan jangka panjang. Menurutnya, penerbitan obligasi korporasi dan saham perlu didorong. Sebab, kata dia, pembentukan harganya lebih efisien. "Bank dampaknya jangka pendek dan tidak efisien."
Selain itu, kata Agus, investor domestik, dana pensiun, dan asuransi, juga harus didorong masuk ke instrumen obligasi, untuk memperluas instrumen jangka pendek maupun jangka panjang. "Ini tantangan kita untuk merestrukturisasi perekonomian, dibanding kita terus mempertahankan ekspor berbasis sumber daya alam yang rentan terhadap fluktuasi harga."
Agus melanjutkan, saat ini di sektor riil terjadi proses industrialisasi. Pangsa industri manufaktur menurun dari 29 persen menjadi 23 persen. Padahal, kata dia, itu sangat penting karena efektif menyerap tenaga kerja. "Karena disitu ada hilirisasi sehingga sangat berperan dalam perekonomian."
Namun, industri hilir saat ini masih mengimpor bahan baku sehingga masih rentan terhadap depresiasi mata uang. Agus menyebutkan, untuk bahan baku industri sebesar 60 persen bahan baku masih impor.
MAYA AYU PUSPITASARI