TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengecam rencana aksi mogok nasional yang akan dilakukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Menurutnya, pemogokan kerja yang akan berlangsung 4 hari tersebut melanggar hak pelaku usaha.
Pasalnya, pemogokan yang dilaksanakan di jam kerja berpotensi menghentikan produktifitas perusahaan. "Kami menantang keras karena itu melanggar hak kami untuk berproduksi," kata Hariyadi di Jakarta, Jumat, 2015.
Hariyadi berujar, dalam Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa mogok kerja boleh dilakukan jika ada kegagalan dalam perundingan antara pekerja dan pengusaha. Pemogokan kerja yang dilakukan saat ini tidak ada hubungannya dengan pengusaha. "Itu kan urusannya dengan pemerintah."
Dalam surat yang dikeluarkan KSPI, disebutkan tuntutan mereka adalah agar pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Buruh menolak formulasi kenaikan upah minimum hanya sebesar inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, buruh juga menuntut kenaikan upah minimum tahun 2016 sebesar Rp 500.000 atau naik 25 persen serta ketentuan upah minimum sektoral di atas nilai upah minimum. "Kalau mereka mau memperjuangkan, ya silakan. Tapi kan ini melanggar," ujar Hariyadi.
Hariyadi mengatakan potensi kerugian yang terjadi sangat besar. Terutama dalam kondisi perkonomian seperti saat ini. "Kami meminta semua perusahaan untuk tidak membolehkan karyawannya melakukan itu," ucap Hariyadi."
APINDO siap melakukan tuntutan hukum jika sampai hal itu terjadi. Ia mengaku sudah menyiapkan bukti-bukti untuk melaporkan ke ranah hukum. "Apabila kegiatan itu membuat kami rugi, kami siap lakukan tuntutan hukum baik pidana maupun perdata," kata dia.
Aksi mogok nasional ini direncanakan berlangsung selama empat hari mulai tanggal 24 hingga 27 November 2015. Sebanyak 5 juta buruh akan menggelar mogok nasional secara serentak di 22 provinsi. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi mogok nasional ini berpotensi lebih dari empat hari jika pemerintah tidak memberikan respon.
MAYA AYU PUSPITASARI