TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah didorong lebih tinggi pada Senin (Selasa pagi WIB), setelah jet-jet tempur koalisi pimpinan Amerika Serikat menargetkan operasi minyak kelompok Negara Islam (ISIS) dalam pembalasan serangan mematikan di Paris.
Kenaikan itu tidak sungguh-sungguh; pelemahan awal di pasar terjadi setelah Jepang, importir utama, melaporkan kontraksi ekonomi kuartalan kedua berturut-turut.
Pada akhir perdagangan, patokan AS untuk minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember, naik US$ 1,00 menjadi menetap di US$ 41,74 per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Januari naik sembilan sen menjadi ditutup pada US$ 44,56 per barel di perdagangan London.
Kenaikan membalikkan penurunan stabil sejak 5 November yang sebagian besar didorong oleh tanda-tanda bahwa produsen utama tidak mengurangi produksi mereka, dan karena meningkatnya stok, terutama di Amerika Serikat.
Serangan mematikan pada Jumat di Paris, yang dipersalahkan pada kelompok Negara Islam (ISIS), memicu ekspektasi kenaikan dalam tingkat konflik di wilayah Suriah-Irak. Hal ini menimbulkan ketakutan yang bisa mengganggu produksi minyak.
"Pasar telah membalikkan kebijakan secara mendadak tentang kekhawatiran atas kelebihan pasokan dan kerusakan permintaan," kata Phil Flynn dari Price Futures Group.
"Ada laporan bahwa AS kini menargetkan tanker-tanker minyak dan fasilitas minyak ISIS, dan yang pasti memberikan pasar sedikit dukungan," katanya.
Tapi, analis Phillip Futures Daniel Ang mengatakan, "Kenaikan harga dipicu oleh ketegangan geopolitik yang hanya untuk jangka pendek."
"Untuk jangka panjang, penggerak utama harga adalah pasokan dan permintaan global, juga karena membanjirnya pasokan akan membuat sedikit lebih sulit untuk harga bergerak naik lebih banyak lagi," katanya kepada AFP.
Ang mengatakan, kenaikan pada Senin juga didukung oleh perburuan harga murah (bargain hunting) setelah harga turun ke posisi terendah dua bulan pada Jumat lalu. Pada awal perdagangan Senin, WTI merosot tajam untuk waktu yang singkat menguji tingkat US$ 40, tetapi pembeli melompat masuk dan membalikkan tren.
Harga minyak telah merosot lebih dari setengahnya sejak mencapai puncaknya di atas US$ 100 per barel pada pertengahan 2014 karena kelebihan pasokan dan pelambatan ekonomi global, terutama pengguna energi utama Cina. Demikian laporan AFP.
ANTARA