TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla meminta Bank Indonesia (BI) selalu berpikir jernih dalam setiap keputusannya untuk menjaga stabilitas moneter, khususnya terkait dengan kebijakan suku bunga (BI Rate). "Karena kebijakan suku bunga tidak mudah untuk dipahami, kita harus berpikir jernih," katanya pada sesi keynote speech Tempo Economic Briefing, Selasa, 17 November 2015, di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta.
Jusuf Kalla menuturkan, saat ini ada banyak pihak mengkritik tingkat suku bunga Indonesia yang dianggap terlalu tinggi yang diterapkan di tengah kondisi perekonomian yang sedang melemah. Ia pun mencontohkan kebijakan tahun 1997 lalu terkait dengan tingkat suku bunga yang sudah tidak cocok diterapkan kembali. "Waktu itu teori yang dipilih meningkatkan suku bunga untuk menjaga inflasi, tapi sekarang teorinya tidak ada negara krisis, malah tingkatkan suku bunga," katanya.
Menurutnya, prioritas yang perlu dipertimbangkan untuk mendorong pergerakan ekonomi saat ini adalah kebijakan untuk menurunkan suku bunga. Tetapi, ia pun tak menampik ada sejumlah kekhawatiran yang terjadi jika suku bunga diturunkan, seperti arus modal yang keluar (capital outflow). "Untuk menjaga inflasi, teorinya sekarang ya turunkan bunga, tapi kan nanti kalau bunga turun, investornya keluar," ujar dia.
Kondisi yang terjadi saat ini adalah dana pihak ketiga memang cukup, bahkan berlebih tersedia di perbankan karena dampak dari tingkat suku bunga saat ini. Oleh karena itu, ia pun meminta Bank Indonesia untuk bertindak hati-hati dalam setiap keputusan yang diambil, namun tetap responsif terhadap kebutuhan masyarakat. "Perilaku kita dalam menangani sistem ekonomi harus semakin diperbaiki, itu harus," kata dia lagi.
Hari ini sedianya Bank Indonesia akan menggelar Rapat Dewan Gubernur bulanan. Salah satu topik utama yang akan diputuskan dalam RDG BI adalah suku bunga acuan BI (BI rate). Sebelumnya, BI menahan suku bunga acuan di level 7,5 persen. Angka ini bertahan sejak tahun lalu.
GHOIDA RAHMAH