TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Selasa, 17 November 2015, memutuskan tingkat suku bunga acuan BI (BI Rate) dipertahankan pada level 7,5 persen. Begitu juga dengan suku bunga deposit facility tetap di level 5,5 persen, sedangkan loan facility di kisaran 8 persen.
Namun, hasil RDG memutuskan untuk menurunkan giro wajib minimum (GWM) primer dalam rupiah dari 8 persen menjadi 7,5 persen dan berlaku sejak 1 Desember 2015. Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan stabilitas makroekonomi semakin baik sehingga terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter.
"Penurunan GWM merupakan pelonggaran kebijakan moneter untuk menambah kapasitas landing sebesar Rp 18 triliun," kata Perry di Bank Indonesia, Selasa, 17 November 2015.
Meski tidak menurunkan bunga acuan, BI yakin inflasi tahun ini lebih rendah. Gubernur Bank Indonesia Agus Marto optimistis inflasi 2015 terjaga di kisaran 4 plus-minus 1 persen. Bank sentral memprediksi defisit transaksi berjalan yang diperkirakan berada pada kisaran 2 persen dari Produk Domestik Bruto 2015.
"Masih tidak pastinya The Fed, maka Bank Indonesia akan tetap berhati-hati menempuh langkah pelonggaran kebijakan moneter," kata Agus. Ia berharap pelonggaran kebijakan melalui penurunan GWM primer ini dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan.
Ia juga mengatakan Bank Indonesia akan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat struktur perekonomian sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan tetap terjaga.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong Bank Indonesia agar mau mengambil kebijakan penurunan suku bunga. Dia beralasan, suku bunga rendah dapat memancing banyak investasi.
"Mana ada investasi kalau bunga tinggi, itu saja rumusnya," kata dia seusai menjadi keynote speech Tempo Economic Briefing, di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa, 17 November 2015.
Kalla meminta Bank Indonesia selalu berpikir jernih dalam setiap keputusannya untuk menjaga stabilitas moneter, khususnya terkait dengan kebijakan suku bunga. “Karena kebijakan suku bunga tidak mudah untuk dipahami, kita harus berpikir jernih,” katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI