TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas Fahmi Radhy mengatakan, mafia minyak mempunyai peran penting dalam proses tender pengadaan bahan bakar minyak. Fahmi menyebut pihak ketiga itu bisa sebagai badan usaha atau perorangan. "Mereka trader (penjual) yang ikut membantu dalam proses tender," kata Fahmi saat dihubungi, Kamis, 12 November 2015.
Ia menjelaskan, begitu Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menerima pesanan dari Pertamina mengenai volume Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mesti diimpor, proses tender langsung digelar. Menurut Fahmi, sebenarnya prosedur tender sudah dilakukan dengan benar, yaitu dengan mekanisme terbuka dan online. Peserta yang boleh mengikuti tender hanyalah perusahaan minyak milik negara atau National Oil Company (NOC).
BACA: SKANDAL PETRAL: Inilah MR, Mister Untouchable di Era SBY
Namun, dalam praktiknya masih saja kebobolan. "Kenyataannya, justru ada negara yang bukan penghasil minyak bisa ikut serta," kata Fahmi. Selama proses tender, dia melanjutkan, orang dalam Petral memberikan informasi kepada mafia minyak ihwal syarat-syarat yang mesti dipenuhi jika ingin menang. Mafia minyak itu kemudian meneruskan infomasi itu kepada peserta tender.
Berbekal informasi itulah tak aneh bila ada peserta atau NOC yang bukan penghasil minyak tapi bisa memenangkan tender. "Masak perusahaan sekelas BP (British Petroleum) bisa tidak lolos," kata Fahmi. Salah satu negara bukan penghasil minyak yang ikut serta dalam tender adalah Vietnam dan Thailand. Menurut Fahmi, pihak ketiga juga terkadang berperan sebagai pemasok minyak dengan memakai bendera negara lain.
BACA: SKANDAL PETRAL: Tuan MR Sering Disebut di Era Presiden SBY
Begitu pemenang tender sudah ditentukan, pihak ketiga inilah yang kemudian memasok kebutuhan minyak. Jadi, tak aneh jika harga minyak yang dijual dan diterima oleh Pertamina jauh lebih mahal. "Sistem tendernya tidak ada masalah, tapi yang merusak adalah informasi dari internal Petral," ucap Fahmi. Mafia itu, menurut dia, merupakan perusahaan yang berkedudukan di Singapura.
Sebab itu, Komite Reformasi Tata Kelola Migas merekomendasi agar seluruh jajaran direksi Petral diganti. Indikasi atau dugaan keterlibatan dari internal Pertamina pun jadi salah satu rekomendasi tim untuk ditindaklanjuti. Pasalnya, Pertamina selaku perusahaan induk punya peran penting dalam menentukan posisi direksi di Petral. "Tim kami dulu tidak mempunyai wewenang melakukan penyelidikan," kata Fahmi.
BACA: SKANDAL PETRAL: Lika-liku Faisal Basri Basmi Sarang Penyamun
Namun, yang lebih penting lagi, Fahmi meminta kepada Presiden Joko Widodo agar serius mengusut kejanggalan-kejanggalan dalam pengadaan minyak Petral. Sebabnya, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membongkar mafia migas seiring munculnya hasil audit dari lembaga independen itu. "Akan susah kalau RI 1 tidak ikutan," ucapnya.
Sebelumnya, hasil audit Petral menemukan adanya pihak ketiga yang ikut campur baik dalam proses pengadaan dan jual-beli minyak mentah maupun produksi BBM di Pertamina Energy Services (PES). Pihak ketiga itu, kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, adalah badan usaha bisnis. Akibatnya, negara berpotensi merugi hingga Rp 250 triliun hanya dalam periode 2012-2014.
ADITYA BUDIMAN
BERITA MENARIK
REKAMAN KPK:Terkuak OC Kaligis Panik,Minta Kuitansi Disimpan
Rekaman OC Kaligis Dibuka, Terungkap Permainan Uang Itu!