TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 14 November 2014 membentuk Komite Reformasi Tata Kelola Migas untuk memberangus praktik mafia migas di Tanah Air dengan harapan Indonesia mencapai kedaulatan energi. Petral adalah salah satu fokus kerja mereka.
Menteri Energi Sudirman Said mengatakan Tim Komite Reformasi ini memiliki empat tugas pokok yang hasil kajiannya menjadi bahan rekomendasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Presiden Joko Widodo.
Tim yang dipimpin oleh ekonom Faisal Basri ini bersifat ad hoc atau sementara. Tim bekerja selama enam bulan. Ketika masa tugasnya berakhir, Faisal dan kawan-kawan memberikan rekomendasi mengenai reformasi tata kelola migas, salah satunya pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral) setelah terlebih dulu mengganti sejumlah petinggi yang sejak era Orde Baru bak sarang penyamun. Namun, upaya Faisal cs terkesan tidak berjalan mulus.
BACA: SKANDAL PETRAL: Inilah MR, Mister Untouchable di Era SBY
Lika-liku perjuangan Tim Anti Mafia Migas pernah terekam dalam Majalah Tempo Edisi 9 Februari 2015. Bahkan, Faisal harus bertanya kepada Menteri Sudirman terkait rekomendasi mereka yang terkesan lambat dijalankan oleh Kementerian Energi. Dalam dua kali pesan pendeknya kepada Menteri Sudirman dan terakhir pada Kamis pekan terakhir Januari 2015, salah satunya, Faisal menanyakan rencana pergantian manajemen Petral dan Integrated Supply Chain (ISC).
Pergantian itu dari tingkat pemimpin tertinggi hingga manajer dilakukan. "Saya geregetan, kok rekomendasi kami tak kunjung dilaksanakan," katanya kepada Tempo, Selasa pekan lalu. Pesan langsung berbalas. Menurut Faisal, Menteri Sudirman saat itu berjanji menindaklanjuti rekomendasi yang dibuat timnya. Pada 30 Desember tahun lalu, tim bentukan Kementerian Energi ini mengeluarkan lima poin rekomendasi mengenai keberadaan Petral.
BACA JUGA
Terungkap, Dua Wanita Ini Bikin Ivan Gunawan Jatuh Cinta
Coba Cari, di Mana Wanita Cantik Tanpa Baju di Lukisan Ini?
Janji itu akhirnya dipenuhi Sudirman. Tepat sehari setelah pesan pendek dikirimkan, direksi PT Pertamina mengangkat Toto Nugroho selaku Presiden Petral menggantikan Bambang Irianto. Toto sebelumnya menjabat Vice President ISC. Menurut Faisal, proses pembersihan manajemen lama ini memakan waktu lama. Dia menduga ada kesengajaan dari oknum di Pertamina yang tidak ingin melaksanakan rekomendasi Tim Reformasi. "Kami melihat ada indikasi itu," katanya.
Faisal mengaku geram terhadap penolakan tersebut. Faisal sempat melontarkan ancaman pengunduran diri jika manajemen Petral tak segera disegarkan. Menurut dia, percuma Tim bekerja selama satu setengah bulan untuk mengumpulkan segala temuan di lingkup Petral jika akhirnya rekomendasi tak diimplementasikan.
BACA: SKANDAL PETRAL: Mafia Garong Rp 250 T, Apa Reaksi KPK?
Seorang pejabat yang dekat dengan Kementerian Energi mengatakan, lambatnya perombakan manajemen Petral karena ada intervensi dari seorang pengusaha yang selama ini malang-melintang di unit usaha Pertamina. Menurut dia, lobi itu dilakukan lewat seorang pejabat yang mengurus bidang sumber daya manusia di Pertamina. "Pejabat itu yang selalu menghadang pergantian direksi Petral," katanya.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengaku tidak tahu soal itu. Menurut dia, proses pergantian direksi Petral sudah dimulai pada Desember tahun lalu. Hanya, keputusan itu memerlukan persetujuan dewan komisaris dan rapat umum pemegang saham anak perusahaan. "Informasi tentang dugaan adanya intervensi itu akan saya dalami," katanya ketika itu.
BACA: SKANDAL PETRAL: Tuan MR Sering Disebut di Era Presiden SBY
Juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, saat itu pun ikut menyangkal adanya intervensi tersebut. Menurut dia, rotasi pekerja di Pertamina di level manajer, vice president, dan direksi anak perusahaan, merupakan hal yang rutin. "Semuanya didasarkan pada kepentingan operasional perusahaan dan pembinaan pekerja itu sendiri," ujarnya. "Proses seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan."
AYU PRIMA SANDI
JANGAN LEWATKAN
Rekaman OC Kaligis Dibuka, Terungkap Permainan Uang Itu!
Hijaber Cantik UNJ Tewas, Ini Alasan Delea ke Bandung