TEMPO.CO, Balikpapan - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menolak rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Kalimantan Timur. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur disebut sudah menjalin kesepakatan soal PLTN bersama Perusahaan Listrik Negara.
“Kami menolak pembangunan PLTN di wilayah Kalimantan Timur,” kata aktivis Jatam Kalimantan Timur, Merah Johansyah, Kamis, 5 November 2015. Merah mengungkap beberapa dampak negatif teknologi nuklir bagi kelangsungan masyarakat Kalimantan Timur pada masa mendatang.
Misalnya berbagai krisis lingkungan akibat bencana Chernobyl atau meledaknya PLTN di Fukushima, Jepang. Menurut Merah, PLTN merupakan infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dari pemanfaatannya hingga risiko yang akan terjadi.
Sejumlah investor disebut sudah ada, seperti China General Nuclear, Rosatom (Badan Nuklir Rusia), dan CGNS, promotor PLTN dari Prancis. Terkait dengan itu, Merah menyatakan pihaknya melayangkan gugatan agar Pemprov Kalimantan Timur membuka berkas kesepakatan pembangunan PLTN. Sidang gugatan ini sudah mulai bergulir di Komisi Informasi Publik Daerah Kalimantan Timur. “Pemprov tidak mau memberikan kesepakatan PLTN ini,” ucap Merah.
Perjanjian kerja sama Pemprov Kalimantan Timur dengan Batan merupakan awal proses perencanaan pembangunan PLTN. Pemprov menyatakan pembangunan PLTN ini nantinya akan dilakukan di Talisayan, Kabupaten Berau. Jatam mendesak Pemprov agar transparan dalam pelaksanaan pembangunan PLTN ini.
Menurut Merah, proyek ini seharusnya disosialisasi secara luas kepada masyarakat terkait dengan dampak positif dan negatifnya. Untuk itu, Jatam Kalimantan Timur mengajukan permohonan informasi nota kesepahaman tersebut kepada Pemprov. Namun, hingga waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, "Pemprov masih menyebut informasi ini rahasia,” tutur Merah.
S.G. WIBISONO