TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah mengatakan ketertarikan untuk bergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP). Namun rencana kerja sama dengan organisasi yang beranggotakan 12 pacific rim itu belum dikaji secara mendalam di Kementerian Perdagangan.
"Analisis pendek, bukan komprehensif," kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan (BP2KP) Tjahya Widayanti kepada Tempo di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.
Di Kementerian Perdagangan, Tjahya bertugas membuat berbagai kajian menyangkut kebijakan perdagangan. Termasuk untung-rugi bila Indonesia bergabung dengan sebuah organisasi atau melakukan kesepakatan dagang dengan negara tertentu.
Soal TPP pun ia mengaku mendapat perintah untuk melakukan kajian khusus pekan lalu, sebelum rombongan Presiden bertolak ke Amerika Serikat. "Kami melakukan kajian, baru selesai kemarin, lalu dikirim ke Pak Menteri," kata perempuan berkerudung ini.
Namun Tjahya enggan menjelaskan hasil kajiannya. "Biar Pak Menteri saja," katanya. Sementara itu, setelah melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong bertolak ke Italia untuk menutup acara World Expo Milano.
Sebelumnya, Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Lainnya Kementerian Perdagangan Deny Wachyudi Kurnia menyatakan, jika kebijakan itu diambil, masuknya Indonesia ke TPP masih perlu waktu. “Prosesnya masih panjang. Harus ada proses negosiasi syarat dan ketentuannya,” ujarnya kemarin.
Deny menyatakan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Perdagangan telah mengkaji soal untung-rugi bergabungnya Indonesia dengan TPP. Namun kajian itu belum sempurna. Sebab, seperti diketahui, rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak gagasan ini. "Selama ini TPP dimusuhi, jadi penjajakan hanya dilakukan diam-diam. Ada hitungan dari Litbang namun belum bisa dibagi dan mungkin belum komplet," ujarnya.
PINGIT ARIA
Topik Terhangat: Bom di Mal Alam Sutera