TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama IRRES Marwan Batubara mengatakan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia lebih menguntungkan. Sebab jika kontrak tersebut tidak dilanjutkan, Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan sekitar Rp 40 triliun.
“Itu sudah termasuk royalti, pajak, bagi hasil dan semuanya,” kata Marwan saat dihubungi Tempo, Rabu, 28 Oktober 2015.
Sementara itu jika perpanjangan jadi dilakukan, bukan hanya keuntungan royalti yang akan didapat negara, namun juga peluang untuk menjadi pengelola. Marwan mengatakan hal ini sangat penting untuk mencegah manipulasi. “Bagaimana kita tahu pendapatan kotor dan keuntungan mereka kalau kita tidak jadi pengelola?” ujarnya.
Marwan mengatakan, saham sebesar 9,36 persen yang saat ini dimiliki pemerintah tidak ada artinya, sebab pemerintah tidak bisa menempatkan pengelola di Freeport Indonesia. Menurutnya, jika negara memiliki saham minimal 30 persen, negara bisa meletakkan direksi di perusahaan tambang tersebut. “Apalagi kalau kita bisa punya saham 51 persen, kita bisa menjadi pengendali dan meletakkan direktur utama.”
Jika pemerintah menjadi pengelola, kata Marwan, APBN bisa meningkat sebesar Rp 60 triliun hingga Rp 70 triliun. Tak hanya itu, negara juga bisa mengambil untung dari lokal content dan peluang-peluang bisnis dari perusahaan asal negeri Abang Sam tersebut. “Kita juga bisa mengatur gaji orang bulenya dipotong,” kata dia.
Baca Juga:
Maka dari itu, Marwan menyarankan agar mekanisme divestasi Freeport tidak melalui pasar modal. Sebab kekayaan emas Freeport terbesar berasal dari hasil tambang Indonesia. Menurutnya, jika membeli melalui pasar modal, negara tidak bisa mengelola perusahaan tersebut.
“Kita punya sahamnya 10,64 persen, tapi dalam soal keuangan mereka 100 persen. Anda boleh punya 90,36 persen, tapi kalau anda tidak punya wewenang, anda tidak eligible untuk mengelola perusahaan tersebut,” ujarnya.
MAYA AYU PUSPITASARI