TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali melakukan panen perdana padi organik yang ditanam di demonstrasi plot (demplot) 10,07 hektare di Subak Pulagan, Tampaksiring.
Kepala Perwakilan BI Bali Dewi Setyowati mengharapkan keberhasilan panen tersebut akan menjadi contoh bagi subak lain di wilayah Bali untuk segera menanam padi menggunakan metode organik.
“Kami menginisiasi penggunaan kembali pupuk organik dan secara berangsur mengurangi penggunaan pupuk kimia karena, jika terus-menerus dilakukan, dapat menurunkan kualitas tanah dan berakibat menurunnya produktivitas,” ujarnya di Gianyar, Selasa, 27 Oktober 2015.
Padi organik yang dipanen perdana tersebut menghasilkan produksi mencapai 8-9 ton gabah per hektare. Jumlah tersebut jauh melebihi hasil sebelumnya, saat mana petani hanya menghasilkan sekitar 5 ton gabah per hektare dengan metode penanaman konvensional dan pupuk kimia.
Metode penanaman padi di subak itu menggunakan SRI (system of rice intensification) dan tanam jajar legowo yang telah memberikan hasil memuaskan di beberapa daerah di Indonesia. Menurutnya, metode ini memiliki keunggulan utama, yakni penghematan air 20-30 persen. Selain itu, benih yang dibutuhkan pun hanya 5-7 kilogram per hektare, jauh lebih hemat dari metode konvensional, 50 kilogram per hektare.
Metode SRI hanya memerlukan satu batang benih per lubang, sedangkan metode konvensional paling sedikit 10 batang per lubang tanam. Dia mengungkapkan, berdasarkan hasil pengamatan pada Agustus 2015, padi yang ditanam memiliki tinggi rata-rata 88 sentimeter dengan jumlah anakan mencapai 35 batang dan butir sebanyak 125 di tiap malainya.
Kepala Kelompok Tani, Ternak, dan Ikan Pulagan Sang Nyoman Astika menyatakan sebagian anggota subak, yang sebelumnya enggan mengadopsi sistem tersebut, menyatakan menyesal. Sebagai gambaran, dari total anggota Kelompok Tani, Ternak, dan Ikan Pulagan sebanyak 158 orang dengan total luas lahan mencapai 103 hektare, saat ini baru 48 orang petani yang bergabung.
Diakui, metode yang mereka adopsi saat ini akan berdampak terhadap kesejahteraan karena omset pendapatan meningkat. Ditambah lagi, kelompok ini sudah kuat secara organisasi dan kompeten mendirikan kelompok lembaga keuangan masyarakat dengan modal saham Rp 8 juta. Keuntungan lain yang diperoleh kelompok ini adalah munculnya salah seorang petani pakar yang berhasil menciptakan dekomposer microbacter sendiri.
“Sekarang anggota yang belum ikut karena dulu merasa tanahnya sulit kalau organik dan takut tanaman mati, begitu mengerti, mereka akan ikut gabung,” tuturnya.