TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia meminta tetap memberikan subsidi tarif bagi pengguna KRL sehingga harga tidak naik. "Pemerintah harus melakukan stabilisasi tarif, karena tarif yang berubah-ubah, bahkan naik 50 persen itu menunjukan buruknya pengambilan kebijakan pemerintah," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo, Selasa, 20 Oktober 2015.
Sudaryatmo mengatakan subsidi tarif KRL masih harus dilakukan. Tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat agar tidak semakin melemah di tengah kondisi ekonomi yang terjadi. Ini juga terkait dengan masih besarnya porsi pengeluaran transportasi masyarakat dari total pendapatan. Idealnya, Sudaryatmo mengatakan, ongkos transportasi hanya berkisar 8-12 persen dari total pendapatan. Namun dalam kasus Indonesia, pengeluaran transportasi masyarakat mencapai 20-25 persen dari total pendapatan.
Baca juga:
Tempo.co Raih Hassan Wirajuda Award 2015
Jokowi: Hentikan Bullying, Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman
Pemberian subsidi KRL juga bertujuan untuk menjamin mobilitas. Menurut Sudaryatmo, pemberian subsidi tarif KRL akan meningkatkan utilitas pengguna KRL dalam melakukan transportasi. Sementara kenaikan tarif dianggap bisa menimbulkan kendala sebagian besar masyarakat dalam melakukan mobilitas. Dampaknya, sebagian penumpang bisa beralih menggunakan sepeda motor. "Selain itu, kenaikan tarif bisa menjadikan KRL sebagai kendaraan eksklusif bagi kelompok mampu," kata Sudaryatmo.
Hal senada diungkapkan Ketua Koordinator KRL Mania Nurcahyo. "Alasan kenaikan tarifnya lucu, bukan karena beban operasional yang meningkat atau untuk meningkatkan pelayanan, tapi karena subsidinya tidak cukup," kata Nurcahyo.
Menurut dia, seharusnya ribut-ribut subsidi tarif ini diantisipasi dari awal. Sebab, kata Cahyo, perhitungan besar subsidi bisa dengan mudah dilakukan dengan menghitung jumlah penumpang harian.
Baca juga:
Ridho Rhoma Gandeng Penyanyi Cantik Malaysia Garap Lagu Pop
Jokowi: Hentikan Bullying, Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman
Nurcahyo mengatakan, pihak KCJ pernah menghitung jumlah penumpang KRL rata-rata 1 juta orang per hari. Namun, perhitungan ini tidak digunakan Kemenhub dan mengasumsikan jumlah penumpang KRL sekitar 600 ribu orang per hari. "Harusnya kan subsidi diantisipasi dengan tidak mengambil asumsi jumlah penumpang yang terlalu rendah," kata Nurcahyo.
Dia mengatakan, Kementerian Perhubungan harus memaksimalkan upaya agar penambahan subsidi KRL tetap dilakukan sehingga kenaikan tarif bisa dihindari. "Bila perlu, presiden turun tangan," kata Nurcahyo. Bagi dia, alasan yang dikemukakan Menteri Perhubungan Ignasisus Jonan tidak bisa diterima.
Adapun rencana kenaikan tarif KRL karena subsidi untuk penumpang akan habis per 18 November 2015. Ini terjadi karena asumsi jumlah penumpang harian yang dijadikan dasar untuk menentukan besaran subsidi meleset. Jumlah penumpang diasumsikan 600 ribu per hari. Kenyataannya, mulai pertengahan tahun, jumlah penumpang meningkat menjadi 750-800 ribu penumpang per hari. Kementerian Perhubungan kini mengupayakan tambahan subsidi ke Kementerian Keuangan sebesar Rp 118 miliar untuk subsidi 19 November-31 Desember 2015.
AMIRULLAH