TEMPO.CO, Jakarta -PT HM Sampoerna Tbk mengumumkan Penawaran Umum Terbatas Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu dengan harga pelaksanaan Rp 77 ribu per lembar saham. Jumlah saham baru yang diterbitkan adalah sebanyak 269.723.076 lembar. Pengamat pasar modal menilai harga yang ditawarkan oleh Sampoerna untuk saham baru yang diterbitkannya ini terlalu mahal.
Analis LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo memprediksi saham ini akan kurang diminati. Sebab, kata dia, harga yang ditawarkan Sampoerna melebihi harga wajar. “Harga wajar Rp 75 ribu, Rp 77 ribu itu terlalu mahal,” kata Lucky saat dihubungi Tempo, Jumat, 9 Oktober 2015.
Menurut Lucky, pertimbangan lain yang menyebabkan kurangnya peminat adalah kondisi ekonomi Indonesia yang belum pulih 100 persen. Daya beli masyarakat yang sedang turun saat ini tidak bagus untuk iklim investasi.
Selain itu, Lucky juga khawatir isu kenaikan cukai rokok dapat menghalangi kinerja pabrik kretek tersebut. “Menteri Keuangan menaikkan cukai rokok yang kalau diuangkan mencapai 148 triliun pada RAPBN 2016. Untuk mencapai angka itu cukai rokok harus naik 23 persen. Untung untuk menteri, rugi untuk perusahaan rokok,” ujarnya.
Lucky juga sanksi target penjualan Sampoerna sebesar R p 21 triliun itu bisa tercapai. Ia mengatakan, andai target itu tercapai, investor yang membeli saham Sampoerna adalah pelaku pasar yang mencoba melakukan spekulasi akhir tahun. “Akhir tahun, umumnya pelaku pasar melakukan spekulasi untuk mempersiapkan potensi pasar tahun depan,” ia menjelaskan.
Senada dengan Lucky, Analis Satrio Utomo berpendapat, cara yang dilakukan Sampoerna dalam melakukan penawaran tidak tepat. Ia mengatakan seharusnya Sampoerna melakukan pemecahan nilai nominal saham dulu sebelum melakukan penawaran.
Namun, meski ia menilai strategi Sampoerna tidak tepat, kemungkinan untuk mencapai target penjualan dapat terpenuhi. “Target Rp 21 triliun bisa saja,” kata Satrio.
Berbeda dengan keduanya, Analis NH Korindo Securities masih mempertimbangkan standby buyer yang akan menyerap saham tersebut. “Kalau ada, mungkin saja laku.”
Reza mengatakan jika Sampoerna tidak mempunyai standby buyer, Sampoerna akan kesulitan mencari peminat. Menurutnya, Sampoerna tidak bisa mengandalkan ritel, sebab ritel tidak mungkin menyerap saham dengan harga sebesar itu.
Untuk diluar standbuyer, kata Reza, kemungkinan saham ini lebih diminati oleh investor asing. Hal ini disebabkan Sampoerna memiliki pasar yang besar. Sementara di luar negeri, pemasaran rokok tidak sebanyak di Indonesia.
Sebelumnya, PT HM Sampoerna Tbk mengumumkan penerbitan saham baru melalui right issue sebanyak 269.723.076 lembar dengan harga Rp 77 ribu per lembarnya. Presiden Direktur HM Sampoerna Paul Janelle mengatakan penawaran saham ini merupakan yang terbesar dalam sejarah Asia Tenggara. “Harapannya dari proses ini akan menarik banyak pemegang saham di luar untuk membeli saham di Indonesia,” kata Paul di kantor Sampoerna, Jakarta, Jumat, 9 Oktober 2015.
Paul Janelle memperkirakan jumlah dana yang akan diperoleh Sampoerna melalui penawaran ini mencapai Rp 20,768 triliun setelah dikurangi dengan biaya operasional penawaran. Saat ini, kata dia, penawaran umum terbatas telah menarik investor dalam negeri maupun luar negeri. Paul melihat konversi modal yang berasal dari luar negeri kemudian menjadi arus mata uang asing masuk ke dalam negeri adalah bukti adanya kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia dan pasar modal.
MAYA AYU PUSPITASARI