TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan penguatan rupiah terjadi karena berbagai faktor, antara lain kondisi ekonomi Amerika Serikat yang tidak terlalu baik dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan pemerintah, seperti deregulasi kebijakan.
Menurut dia, penguatan rupiah ini sebenarnya bergerak ke arah normalisasi kurs, yakni mendekati nilai fundamental. "Kalau kita ukur, sebenarnya rupiah masih undervalue, terlalu rendah nilainya. Jadi, arah rupiah akan bergerak menguat," katanya di kompleks Istana Presiden, Rabu, 7 Oktober 2015.
Penguatan rupiah ini bergantung pada perkembangan kondisi ekonomi global. Darmin mengaku kesulitan menentukan faktor dominan yang mempengaruhi penguatan rupiah, baik melalui faktor eksternal maupun internal. Soalnya, kedua faktor tersebut sama-sama bekerja.
Dia berharap, dalam paket kebijakan ketiga, rupiah dapat terdorong lebih lanjut. Begitu pula saat pemerintah nanti mengeluarkan paket kebijakan keempat. Darmin mengakui sebenarnya paket kebijakan keempat sudah ada, tapi ia menolak membocorkan isinya. "Nantilah seminggu lagi baru kita cerita. Jangan lagi begini, kamu tanya keempat, habis itu you enggak cerita yang ketiga lagi," ucapnya. (Lihat video Rupiah Menguat, Angin Segar Bagi Investor Asing, Industri Kecil yang Terdampak Akibat Melemahnya Rupiah)
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara berharap penguatan rupiah terus berlanjut karena mengubah competitiveness dari ekspor manufaktur. Senada dengan Darmin, dia menilai, penguatan ripiah belum mencapai batas fundamental atau masih undervalue. "Dihitung Bank Indonesia sampai 13 ribu masih bagus. Tiga belas ribu lebih-lebih sedikit itu masih bagus," ujarnya.
Mirza mengatakan adanya paket kebijakan pertama, kedua, dan ketiga menunjukkan komitmen pemerintah melakukan structural reform, meski masih membutuhkan waktu untuk eksekusi dan kebijakan tersebut benar-benar terealisasi sehingga menjadi sumber valas. Seperti dari kebijakan sektor pariwisata.
"Kalau jangka pendek, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menambah suplai valas di spot dan foward market. Tapi enggak cukup dengan jangka pendek, structural reform deregulasi ini harus diapresiasi karena itu yang diperlukan," katanya.
Saat mendapat pertanyaan soal kekhawatiran bahwa penguatan rupiah terlalu tajam, Mirza mengaku tak tertarik pada hal itu. Dia mengaku dirundung pertanyaan tersebut dalam dua hari terakhir. "Saya yakin itu pertanyaan dari mereka yang loss, mereka ingin bahwa rupiah jangan menguat karena mereka sudah loss money lantaran spekulasi dan sebagainya," katanya.
ALI HIDAYAT