TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengeluarkan paket kebijakan ekonomi III. Dalam paket ini, Otoritas Jasa Keuangan meluncurkan skema asuransi pertanian, khususnya komoditas padi.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad mengatakan program asuransi pertanian dilakukan dengan menggandeng Kementerian Pertanian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan konsorsium perusahaan asuransi.
Pemerintah mengalokasikan anggaran asuransi pertanian sebesar Rp 150 miliar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 atau mulai berlaku tahun depan. Namun Muliaman akan mengecek alokasi asuransi pertanian untuk tahun ini. "Nanti saya cek detailnya, apa ada alokasi untuk 2015," ucapnya di kompleks Istana Presiden, Rabu, 8 Oktober 2015.
Asuransi ini diluncurkan untuk mengantisipasi ketidakpastian musim dan risiko kerugian. Pada skema ini, 80 persen premi dibayar pemerintah, sedangkan 20 persen oleh petani. Selain meminimalkan kerugian, langkah ini diklaim bisa membuat petani menjadi lebih bankable.
Pemerintah mengalokasikan premi sebesar Rp 150 miliar untuk 1 juta hektare lahan pertanian padi. Asumsinya, premi per hektare ditetapkan Rp 180 ribu. “Rp 150 ribu dibayar pemerintah, sisanya petani.”
Total pertanggungan yang bisa didapatkan petani per 1 hektare maksimal Rp 6 juta. Angka itu ditetapkan dengan asumsi biaya tanam semusim yang mencapai Rp 6 juta .
Dalam survei pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah rumah tangga usaha tani di Indonesia pada 2003 masih 31,17 juta.
Tapi, sepuluh tahun kemudian, yakni pada 2013, jumlahnya menyusut menjadi 26,13 juta. Angka itu turun sekitar lima juta selama sepuluh tahun atau 1,75 persen per tahun.
ALI HIDAYAT