TEMPO.CO, Jakarta --- Menguatnya peluang penundaan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed’s Rate) masih menjadi faktor utama penguatan rupiah Selasa 6 Oktober 2015. Soalnya, setelah laporan tenaga kerja AS (non-farm payrolls) hanya tumbuh 142 ribu pekerja, data ISM Non-Manufacturing PMI (sektor jasa) AS yang kembali melemah ke level 56,9 menguatkan perkiraan bahwa kinerja perekonomian Negeri Abang Sam pada September memang tengah memburuk.
Tak ayal, rupiah pun naik tajam 262 poin (1,81 persen) ke level 14.241 per dolar. Laju penguatan tersebut beriringan jalan dengan won yang meningkat 0,51 persen menjadi 1.166,23 per dolar dan yen yang terapresiasi 0,14 persen ke level 120,29 per dolar.
Menurut ekonom Bank Internasional Indonesia, Myrdal Gunarto, pelemahan data non-manufaktur tersebut meningkatkan adanya kemungkinan penundaan kenaikan Fed’s Rate dalam waktu dekat. Sebab, partisipasi tenaga kerja yang menurun menunjukkan tidak optimalnya aktivitas ekonomi AS. “Pelemahan ISM Non-Manufacturing PMI itu berarti ekonomi AS masih belum sesuai dengan harapan,” ujar dia. (Lihat video Rupiah Menguat, Angin Segar Bagi Investor Asing, Peningkatan Daya Beli Masyarakat Jadi Fokus Kebijakan Ekonomi Jilid III)
Meski demikian, Myrdal tetap melihat peran otoritas moneter dalam penguatan rupiah. Intervensi Bank Indonesia dengan mekanisme lelang swap berhasil menjaga likuiditas dolar di pasar domestik. “Langkah BI menaikkan suku bunga overnight mengurangi potensi spekulasi dolar,” dia menuturkan.
Di sisi lain, Myrdal mengimbuhkan, investor juga terus merespons positif berbagai upaya pemerintah untuk memperbaiki kinerja perekonomian. Setelah paket ekonomi jilid I dan II, langkah pemerintah mempersiapkan paket jilid III yang akan berfokus pada perizinan agraria dan daya beli masyarakat menuai optimisme ekonomi dalam negeri akan membaik pada kuartal IV tahun ini.
Sebagai imbas dari hal tersebut, rupiah diprediksi masih tetap menguat pada kisaran level 14.150-14.300 per dolar. Sayangnya, pernyataan soal kebijakan bank sentral Jepang yang kemungkinan bernada dovish (status quo) tadi malam berpeluang mendorong pembalikan laju dolar.
PDAT | MEGEL JEKSON
Baca juga:
G30S 1965: Terungkap, Kedekatan Soeharto dan Letkol Untung
Minta Maaf ke Sukarno? Titiek:Kenapa Harus, Pak Harto Itu...