TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan ada beberapa langkah cespleng untuk meningkatkan daya beli masyarakat di tengah pelemahan ekonomi Indonesia. Beberapa hari ini memang mulai membaik lantaran nilai tukar rupiah mengalami penguatan.
"Ada tiga langkah cespleng yang harus diperhatikan pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat di tengah kondisi pelemahan ekonomi dan depresiasi rupiah beberapa waktu ini,” kata Roy di Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2015.
Roy meyakini paket kebijakan ekonomi jilid ketiga akan mampu mengangkat rupiah, dan ini merupakan salah satu langkah cespleng pemerintah. Namun ada lagi yang harus dilakukan, Pertama, bagaimana mengatur kebijakan moneter dan fiskal terkendali dengan baik. Fluktuasi rupiahnya harus tetap terjaga.
Kedua, energi bisa dihitung kembali dalam hal biaya bahan bakar minyak (BBM). Roy menjelaskan, harga minyak dunia di awal tahun sebesar US$ 40 per barel, sekarang menjadi US$ 46 per barel, tapi pemerintah belum juga menurunkan harga BBM. "Kalau bisa diturunkan akan meningkatkan daya beli."
Ketiga, terkait dengan suku bunga acuan (BI Rate), di mana dengan perlambatan ekonomi, BI Rate 7,5 persen masih cukup signifikan. Tapi dari kacamata pengusaha, menurut Roy, jika diturunkan 0,5-1 persen itu bisa membantu produsen dan industri.
Nanti suku bunga juga akan turun kalau BI Rate turun. Jadi target pertumbuhan ekonomi pemerintah di 4,9-5,1 persen bisa tercapai," tuturnya.
Menurut Roy, pemerintah sebenarnya sudah mengetahui kalau langkah-langkah itu paling dasar untuk mengembalikan daya beli atau konsumsi masyarakat. Bila konsumsi masyarakat tergerus, maka ekonomi akan terus tergerus, ditambah saat ini investasi tumbuh 30 persen dan pengeluaran pemerintah 8-10 persen dari PDB. "Jadi konsumsi masyarakat harus dijaga dengan cespleng itu tadi dan pengaturan yang sifatnya enggak menghambat industri untuk berkembang," ujarnya.
INGE KLARA SAFITRI