TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memutuskan harga bahan bakar minyak bersubsidi hingga akhir tahun ini tidak berubah. Padahal, menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, ada penurunan harga keekonomian BBM jenis solar, sehingga penyesuaian dianggap perlu dilakukan. "Harusnya solar bisa dikurangi hingga Rp 1.000," ujar Mamit saat dihubungi, Ahad, 4 Oktober 2015.
Penurunan harga berdasarkan patokan pasar BBM Singapura (Mean of Platts/MoPS) dan kurs saat ini. Menurut Mamit, pada MoPS dari 24 Agustus hingga 23 September lalu, penurunannya mencapai 18 persen.
Penurunan ini mendasari perhitungan harga keekonomian solar saat ini sebesar Rp 5.900 per liter. Saat ini harga solar subsidi masih Rp 6.900 per liter. Sedangkan harga premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali sebesar Rp 7.400 per liter.
Apabila perhitungannya berdasarkan agregat MoPS per tiga bulan, harga jual solar seharusnya Rp 6.500 per liter. "Acuan kursnya pun di kisaran Rp 14 ribuan" ucap Mamit.
Untuk Premium, Mamit memaklumi penurunan harga belum bisa dilakukan. Sebab, Premium sampai saat ini harga jualnya lebih rendah. Terhitung, harga keekonomian premium dengan acuan MoPS per tiga bulan mencapai Rp 7.650.
Menurut Menteri Energi Sudirman Said, penurunan harga tidak dilakukan untuk menjaga jebolnya keuangan Pertamina. Meski solar turun, Premium tetap memberikan kontribusi defisit besar hingga Rp 15 triliun sampai saat ini.
ROBBY IRFANY