TEMPO.CO, Purwokerto - Deputi Gubernur Bank Indonesia Hendar meminta pemerintah membangun sentimen positif, agar dana asing dalam surat berharga tidak keluar dari Indonesia. Saat ini dana surat utang sebesar 37-38 persen dari total devisa negara senilai Rp 1.400 triliun.
"Faktanya betul bahwa kepemilikan dana asing dalam surat berharga cukup besar dibandingkan negara lain," kata Hendar setelah melantik Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto di Hotel Aston, Senin, 7 September 2015.
Menurut Hendar, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan positif, agar dana asing itu tidak pergi. Pemilik dana asing itu perlu diyakinkan bahwa perekonomian Indonesia akan segera membaik.
Hendar menjelaskan, saat ini perlu dijaga untuk tidak menambah sentimen negatif terhadap perekonomian. "Pemerintah perlu mendorong investasi, reformasi struktural perekonomian, sehingga Indonesia tidak tergantung impor."
Soal pelemahan rupiah, Hendar berujar, dari sisi fundamental ekonomi, saat ini nilai rupiah terlalu rendah. Idealnya, jika dibandingkan dengan fundamental ekonomi Indonesia, nilai rupiah adalah 13.400. Nilai itu sesuai dengan makroekonomi yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015.
Soal rencana bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) menaikkan suku bunga, Hendar mengatakan Indonesia perlu mengantisipasinya. "Saat bertemu dengan IMF kemarin, kami meminta mereka sebagai kapasitasnya, agar ada kepastian dari The Fed soal kenaikan ini. Perkiraan bulan ini," ucapnya.
Hendar juga berharap, pada semester kedua 2015, pemerintah bisa melaksanakan proyek-proyek pembangunan. Setelah itu, baru dikomunikasikan dengan dunia internasional.
Ia juga masih yakin usaha mikro, kecil, dan menengah masih cukup kuat menopang perekonomian nasional. "UMKM bisa mengisi barang jasa yang selama ini dari impor," ujarnya.
ARIS ANDRIANTO