TEMPO.CO, Surabaya – Melemahnya nilai tukar rupiah mempengaruhi industri berbahan baku impor, termasuk bisnis kafe dan restoran. Terutama bagi pengusaha kafe dan restoran yang tidak mendapat substitusi bahan baku impor dari produk lokal.
“Dolar naik memang mempengaruhi, tapi kami memilih tidak langsung menaikkan harga,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur Tjahjono Harjono, Jumat, 4 Agustus 2015.
Para pengusaha memilih menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan mengurangi sedikit porsi makanan. “Porsi diperkecil tapi tidak lebih dari 10 persen,” ucap Tjahjono. Langkah itu ditempuh karena kenaikan harga masih cukup sensitif di mata konsumen.
Tjahjono berujar, dampak pelemahan rupiah belum terlalu besar terhadap bisnis kafe dan restoran. “Pengaruhnya memang tidak terlalu besar, karena kafe dan resto ini sudah dianggap bagian dari industri kreatif, selain fashion dan musik. Tapi, tahun depan, kami akan lihat situasi, apakah harga itu nanti perlu disesuaikan,” tuturnya.
Maka, untuk bertahan dalam berbisnis kafe dan restoran, kata Tjahjono, pengusaha diminta terus berinovasi dan memacu kreativitas. “Harus menciptakan atau menginovasi produk-produk bahan yang lebih murah, bersumber dari lokal, tapi dengan cara penyajian yang lebih bagus.”
Baca Juga:
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur Mochamad Soleh mengatakan sebagian besar pengusaha kafe dan resto berbahan baku impor pasti mengurangi porsi makanan yang disajikan.
“Misalkan, steak daging sapi yang biasanya berukuran 250 gram dikurangi sedikit menjadi 225 gram. Sebab, konsumen sangat sensitif terhadap kenaikan harga,” ujarnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA