TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta perusahaan untuk tidak buru-buru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) meskipun perekonomian saat ini sedang lesu. “PHK itu jalan terakhir. Lebih baik dirumahkan. Kalau produktivitas meningkat, mereka dipanggil kembali,” kata Sultan di Kepatihan.
Sultan sendiri mengaku angkat tangan dengan kondisi rupiah yang terus melemah dan hingga kini masih tertahan di level Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat. Persoalan rupiah, kata dia, merupakan otoritas pemerintah pusat dan Bank Indonesia. “Ini sudah masalah global, bukan lagi lokal,” kata Sultan, Rabu, 2 September 2015.
Meskipun usaha mikro kecil menengah (UKM) yang jumlahnya mayoritas di DIY masih mampu bertahan, Sultan khawatir bila pelemahan rupaih terus berlanjut hingga menembus Rp 15.000 per dolar akan berimbas pada usaha kecil.
Apalagi, ujar Sultan, produk-produk UKM di DIY tidak terlalu banyak disentuh wisatawan. Dia mencontohkan, saat Idul Fitri lalu banyak pemudik datang dan memadati Yogyakarta. “Tapi yang jadi jujugan itu warung makan dan toko oleh-oleh. Bukan mal atau sentra-sentra UKM,” kata Sultan.
Sekretaris Jendela Aliansi Buruh Yogyakarta Kirnadi mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah ini mengancam banyak perusahaan yang melakukan re-ekspor, yaitu perusahaan yang menggunakan bahan baku yang didapatkan dari impor lalu mengekspornya kembali.
Perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai jumlah buruh lebih dari 50 orang dan menggunakan sistem padat karya, antara lain perusahaan mebel dan kulit. Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, jumlahnya berkisar 30 persen dari total perusahaan yang ada di DIY yang mencapai 3.535 perusahaan. “Solusinya tidak hanya merumahkan, tapi bisa juga dengan mengurangi jam kerja,” kata Kirnadi.
Dia mendesak Presiden Joko Widodo memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Menurut dia UMKM bisa terancam gulung tikar jika daya beli masyarakat ikut menurun. “Biar ada perputaran ekonomi, mestinya upah buruh dinaikkan biar bisa belanja. Kalau tidak, ini bisa jadi ancaman,” kata Kirnadi.
Sejauh ini, kata Kirnadi, buruh yang mengadu dan meminta advokasi ada 140 buruh dari perusahaan tekstil di Sleman, yakni buruh PT Primissima yang terkena PHK.
Dua perusahaan mebel berskala menengah yang berada di Kecamatan Sewon Bantul memilih untuk gulung tikar dan terpaksa memberhentikan seratus lebih pekerjanya. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bantul Susanto mengatakan banyak perusahaaan mebel yang terancam dengan pelemahan rupiah yang kini masih tertahan di Rp 14.000 per dolar Amerika.
PITO AGUSTIN RUDIANA