TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha furnitur Indonesia tetap eksis di pasar Eropa, terutama Jerman. Bahkan salah satu perusahaan besar di Jerman mengandeng pengusaha furnitur Indonesia sebagai distributor.
Melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat serta lesunya pasar modal Indonesia tidak menurunkan antusiasme pengusaha furnitur Indonesia untuk ikut dalam pameran internasional SPOGA+GAFA di Koeln, Jerman, pada 30 Agustus-1 September 2015.
Sekretaris Dua Pensosbud KBRI Berlin Fattah Hardiwinangun kepada Antara di London, Rabu, 2 September 2015 menyebut keikutsertaan Indonesia di pameran SPOGA dalam upaya menjaga eksistensi furnitur Indonesia di pasar Jerman dan Eropa.
Menurut dia, sebanyak 29 perusahaan furnitur Indonesia mengikuti pameran internasional yang difasilitasi Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, bekerja sama dengan KBRI Berlin dalam hal ini Atase Perdagangan, Indonesian Trade and Promotion Centre Hamburg dan Swiss Import Promotion Programme (SIPPO).
Pameran SPOGA-GAFA diikuti sekitar 2000 perusahaan yang berasal dari 60 negara dan menempati areal stan seluas 225.000 m2. Pameran merupakan pameran utama di Jerman yang memfokuskan pada produk gardening dan aktivitas outdoor.
Atase Perdagangan KBRI Berlin Lita Gustina menyebut SPOGA-GAFA merupakan barometer dalam produk gardening dan aktivitas outdoor, tidak hanya Jerman, tetapi juga untuk pasar Eropa bahkan dunia.
Ia mengatakan kehadiran pelaku usaha Indonesia secara langsung dalam pameran ini untuk mempromosikan produk garden furnitur Indonesia sangat signifikan, utamanya dalam membantu mengejar target peningkatan ekspor nasional.
Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (Asmindo) Taufik Gani menyampaikan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS memberikan kesempatan yang baik untuk menggenjot produksi dan secara besar-besaran memberikan penawaran yang menarik.
Ia memberikan contoh, meskipun jumlah order yang dulu 20 kontainer sekarang turun menjadi 12 kontainer, tetapi secara value tetap sama.
Menurut dia, peran pemerintah untuk terus mendukung promosi di pameran-pameran internasional yang tepat harus ditingkatkan.
Dibandingkan dengan pameran internasional serupa lainnya di dunia tahun ini yang semakin sepi buyers, potensi yang ditawarkan di pameran SPOGA sangat luar biasa di mana setiap hari stan pavilion Indonesia tidak pernah sepi buyers. Ini menandakan masih tingginya antusiasme pasar internasional terhadap produk Indonesia.
Dari pengakuan beberapa peserta, signifikansi dari upaya fasilitasi pemerintah bagi keikutsertaan industri kecil dan menengah di pameran internasional ini sangat dirasakan.
Maria Murliantini dari Sunteak Alliance yang berbasis di Jepara menyampaikan selama tiga kali ikut serta di SPOGA usahanya berkembang pesat. Perusahaannya telah digandeng salah satu perusahaan besar di Jerman sebagai distributor.
Dikatakannya selama dua tahun pertama ikut dalam pameran berhasil mendapatkan income 1,4 juta dolar AS dan mampu mengekspansi usaha hingga memiliki pabrik sendiri dari yang sebelumnya menyewa.
Hal sama juga diakui Martono, pengusaha furnitur yang sudah empat kali ikut serta dalam SPOGA ini merasakan perkembangan usahanya dengan ikut langsung pada pameran internasional.
Menurut Martono, setelah mendapat bimbingan dari SIPPO dan ikut serta dalam pameran internasional kenaikan sales dan omzet yang sangat drastis.
Berdasarkan pengalamannya selama 10 tahun berkecimpung di usaha furnitur, marketing online tidak berpengaruh banyak dibandingkan hadir langsung di pameran. Untuk itu peran pemerintah membantu pelaku usaha kecil dan menengah promosi di pameran internasional masih sangat diharapkan.
ANTARA