TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat melanjutkan pembahasan Rancangan Undang Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) ke tingkat Panitia Kerja. “Kami sepakat pembahasan selanjutnya akan dilakukan oleh Panja RUU JPSK,” kata Ketua Komisi Keuangan Fadel Muhammad di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 2 September 2015.
Fadel dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sama-sama bersepakat akan menyelesaikan undang-undang ini sebelum 30 Oktober 2015. “Kami akan sama-sama berusaha,” ujar Bambang.
Baca: Heboh Tren Remaja Seksi, Cuma Berbaju Kantong Plastik Tipis!
Pandangan mini dari sepuluh fraksi yang ada di DPR menyatakan setuju untuk membahas rancangan undang-undang ini. Semua fraksi berpendapat undang-undang JPSK sangat dibutuhkan jika krisis benar-benar terjadi.
Beberapa fraksi menyampaikan syarat untuk undang-undang JPSK ini, yakni tak boleh ada pasal imunitas untuk pengambil kebijakan. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyampaikan kritik terkait dengan tak diaturnya sektor lain selain perbankan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK.
Simak: Dirut Pertamina Buka-Bukaan Soal Kerugian Rp 14,8 Triliun
“Akan ada ketidakjelasan untuk institusi keuangan lain selain perbankan, termasuk persoalan hukumnya yang akan datang,” kata Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi PDIP Michael Jeno.
Menanggapi kritik fraksi partai penguasa itu, Menteri Bambang mengatakan Rancangan Undang-Undang JPSK sudah berdasarkan kajian dan penelitian yang memadai. “Dari penelitian kami, krisis itu dimulai dari bank,” katanya. .
Bambang juga menjelaskan tentang tidak adanya pasal mengenai imunitas bagi pengambil kebijakan. Menurutnya, jika ada tuntutan pidana, RUU JPSK hanya mengatur pemberian kuasa hukum yang dibiayai oleh negara. Artinya, pengambil kebijakan tetap bisa dipidana jika menjalankan tugas tak sesuai undang-undang.
Baca Juga: Siapa Mahasiswa UNS yang Lulus dengan IPK 4
TRI ARTINING PUTRI