TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meyakinkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih aman dan jauh dari situasi krisis, seperti dikhawatirkan banyak pihak. Berbicara di depan para editor ekonomi yang diundang ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 31 Agustus 2015, Jokowi memaparkan perbandingan berbagai indikator ekonomi makro saat ini dengan keadaan saat krisis 1998 dan 2008. "Jauh sekali bedanya. Kita perlu waspada, tapi tidak usah panik," kata Jokowi.
Ketika krisis ekonomi dan moneter menghantam Indonesia pada 1998, ucap Presiden, pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia tercatat minus 13,1 persen. Lalu, pada 2008, saat krisis Eropa melanda dan merembet ke kawasan lain, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 4,12 persen. "Sekarang ekonomi kita perkirakan juga masih tumbuh 4,67 persen," ujarnya.
Inflasi yang pada 1998 tercatat 82,40 persen dan pada 2008 sebesar 12,4 persen. Sedangkan sekarang hanya 7,26 persen. "Bahkan, pada akhir tahun nanti, saya bisa sampaikan angkanya bisa di bawah 5 persen."
Demikian pula cadangan devisa, yang saat ini masih pada angka 107,6 miliar dolar Amerika Serikat. Bandingkan dengan saat krisis 1998 yang hanya 17,40 miliar dolar AS dan pada 2008 sebesar 50,2 miliar dolar AS. Depresiasi nilai tukar rupiah dan suku bunga pun jauh lebih baik saat ini.
Meski demikian, Presiden mengakui ada banyak hal yang harus dikejar untuk dibereskan, agar ekonomi tak mengarah lebih buruk. Untuk itu, tutur dia, pemerintah sedang berusaha memacu penyerapan anggaran melalui berbagai proyek infrastruktur di berbagai daerah, agar perekonomian berputar lebih cepat. "Akan ada beberapa keputusan presiden dikeluarkan dalam waktu dekat. Kita akan percepat penyerapan anggaran. Hambatan administrasi dalam pembebasan lahan dan izin-izin akan kita permudah dengan payung hukum yang lebih jelas."
Y. TOMI ARYANTO