TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia yang terdiri atas 21 perusahaan pemilik smelter dengan total investasi sekitar 30 miliar dolar Amerika Serikat mendesak pemerintah membatalkan rencana relaksasi ekspor mineral mentah.
Jonatan Handojo, Business Development Growth Steel Group, induk usaha PT Indoferro, mengatakan rencana relaksasi ekspor bauksit dan nikel dapat menghancurkan industri smelter tanah air, baik yang telah beroperasi maupun yang sedang tahap pembangunan.
“Selama ini, aktivitas produksi di banyak smelter tersendat akibat sulitnya bahan baku dari pemilik IUP. Sedangkan banyak smelter di Indonesia yang tidak punya tambang karena hanya mendapatkan IUI. Jika ekspor mineral mentah dibuka, perusahaan smelter akan hancur,” ujarnya, pekan lalu.
Menurut dia, alasan relaksasi ekspor mineral mentah guna mendapatkan devisa dan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menghancurkan program hilirisasi serta merusak kredibilitas Indonesia di mata investor asing.
Hal ini karena sejumlah smelter yang berdiri di Tanah Air merupakan hasil kerja sama dengan pihak asing, seperti Korea Selatan, negara di Timur Tengah, dan Cina. Karena itu, pengusaha meminta pemerintah menaati Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara serta UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Pengusaha smelter, tutur dia, juga meminta pemerintah memperbaharui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan, Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan Industri implementasi dari UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian yang telah dicabut dan diganti dengan UU Nomor 3 Tahun 2014.
BISNIS.COM