TEMPO.CO, Surabaya - Tekanan terhadap rupiah turut memicu aksi jual portofolio berdenominasi rupiah pada bursa saham kemarin. Presiden Joko Widodo pun meminta agar awak media bijak menyampaikan pemberitaan mengenai pelemahan rupiah.
“Kalau kita terseret arus melambatnya rupiah, ini jadi enggak bener. Sebab itu, berita-berita yang kalian buat harus menimbulkan optimisme, sehingga tidak memunculkan yang sebaliknya, pesimisme,” katanya kepada wartawan setelah membuka Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia IX di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa, 25 Agustus 2015.
Likuiditas pada perbankan Indonesia, menurut Jokowi, tengah mengalami overliquid. “Semuanya overliquid, kebanyakan uang. Di APBD, APBN, swasta juga ada pegang uang, ada uangnya. Hanya serapannya ini yang terus mau kita dorong,” ujarnya.
Jokowi juga berpesan agar ada deregulasi besar-besaran. Ia mencontohkan soal penyederhanaan izin-izin investasi. “Apa yang bisa kita sederhanakan, ya, disederhanakan. Apa yang menghambat segera dipotong. Saya kira cara-cara seperti itu bisa memotivasi kita semua. Jangan malah menulis yang menyebabkan pesimistis,” tutur Jokowi.
Jokowi meminta jangan sampai terkena arus psikologis untuk mengikuti irama perlambatan. “Jangan seperti itu, kita harus berani melompat membuat terobosan sehingga serapan anggaran bisa cepat.”
Jokowi juga kembali menegaskan bahwa pelemahan rupiah bukan hanya masalah internal bangsa Indonesia. Ada faktor eksternal yang saling terkait dan mempengaruhi. “Mulai krisis Yunani, kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, dan depresiasi mata uang yuan di Cina. Negara lain juga mengalami sedikit guncangan,” ucapnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA